Rabu, 19 Mei 2021
KOTA KAUM YAHUDI
Sabtu, 25 April 2020
TERCELANYA AMBISIUS DAN TERPUJINYA MERASA CUKUP
#firibook -- Sebuah kitab Mukhtashor Minhajil Qashidin yang ditulis Imam Ahmad Ibnu Qudamah Al Maqdisi. Dalam ¼ kitab yang ketiga membahas Bab Hal Membinasakan.
Berkata Al Imam :
Tercelanya ambisius dan ketamakan dan terpujinya merasa cukup dan tidak berharap harta orang lain.
Ketahuilah bahwa kefakiran atau kepapaan itu adalah sesuatu yang terpuji. Akan tetapi hendaknya orang yang fakir dia memiliki sifat qonaah merasa cukup.
Maka jika orang miskin dan fakir yang tidak memiliki sifat qonaan maka bisa menyeret orang tersebut ke dalam hal tercela.
Akan terpuji jika seseorang terutama orabg miskin yang qonaah dan tidak berharap pemberian dari harta yang dimiliki orang lain. Tidak menoleh sedikit pun kepada harta orang lain.
Tidak melikan kata orang. Yakni jika melihat harta orang lain ingin juga miliki seperti itu.
Akan terpuji pula jika tak ambisius untuk mendapatkan harta. Yang pikiran dan hatinya hanya tertuju pada uang dan uang. Tidak peduli bagaimana caranya.
Merasa cukup. Inilah sepantasnya kondisi terbaik seseorang.
Kemudian Ibnu Qudamah mengatakan, semua ini hanya bisa tercapai, memungkinkan dia untuk tetap terpuji ketika dia qonaah merasa cukup dengan kadar yang bisa memenuhi kebutuhannya yang bersifat darurat berupa makanan dan pakaian.
Orang fakir akan bahagia jika dia memiliki hati yang ridho dan rela terhadap pemberian Allah ta alla.
Dan sungguh Rasulullah memuji orang yang memiliki sifat qonaah. Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Umar.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْن الْعَاصِ c أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ.
Rasulullah bersabda "Sungguh amat beruntung orang memeluk agama Islam lalu diberi rejeki dan sifat qana'ah terhadapnya."
Beruntung Karena tidak semua orang mampu memiliki sifat tersebut. Karena tabiat dasarnya manusia menginginkan lebih dan lebih.
Sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Jika masih hidup ambisinya terus mengejar.
Dalam hadits lain ",
يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ
“Ada yang sudah tua dari usia, namun masih bernafsu seperti anak muda yaitu dalam dua hal: tamak pada harta dan terus panjang angan-angan (ingin terus hidup lama).”
Padahal sekuat apapun usaha kita. Sebesar apapun ambisi kota tak akan mengubah jatah rejeki kita yang Allah berikan.
Kata Abdullah bin Masud "Orang ambisius tak akan mendapatkan yang memang bikan jatah dia."
Maka beruntunglah orang yang memiliki hati qonaan. Bahkan dalam hadits orang kaya bukanlah yang memiliki banyak harta akan tetapi kekayaan jika seseorang memiliki kaya hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ العَرَضِ، وَلَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya kemewahan dunia, akan tetapi kekayaan hakiki adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)” [HR. Bukhari: 6446; Muslim: 1051].
Inilah yang dikejar yakni terus merasa ridho terhadap pemberian Allah.
Selanjut Al Imam menukil ucapan Nabi Sulaiman "Sungguh kami telah merasakan dan coba semua bentuk kehidupan (lembut dan keras) ternyata kami dapati bahwa kehidupan yang paling rendah saja itu sudah mencukupi.
Jika kita hadapi kerasnya hidup dengan jiwa qanaah maka sudah cukup mengarungi dunia ini, menikmati kebahagiaan hidup.
Hadits Jabir menyebutkan "Al Qanaah adalah harta yang tidak pernah habis." Walau dhoifkan oleh Syaikh Al Bani radiyallahuanhu.
Kata Bihajim rahimallah "Ada tiga perangai yang barangsiapa memiliknya maka sempurnalah akal orang tersebut yakni seorang yang mampu mengenal kadar dirinya
(Yakni kelemahan dirinya, siapa sih dirinya. Sebuah atsar mengatakan "Semoga Allah merahmati seorang yang paham kadarnya).
Kedua orang yang menjaga lidahnya dan ketiga merasa cukup atas rejeki yang Allah berikan."
Kata sebagian ahlul hikmah "Engkau senantiasa menjadi orang mulia selama engkau berselubung dengan sifat qanaah."
Dan adalah Wahab ibnu Munabi tatkala beliau menjelaskan firman Allah balasan kepada orang beriman baik laki dan perempuan, "Maka kami akan beri kehidupan yang baik."
Apa itu kehidupan yang baik itu ? Bukan kehidupan yang dilapangkan rejeki, bergelimang harta. Bukan. Tapi kehidupan yang baik yakni kehidupan yang ditapaki dengan jiwa yang qanaah.
Kemudian Al Imam berkata :
Adapun Al Hirs atau ambisius yakni tak merasa puas selalu merasa kurang. Sudah dapat kedudukan masih ingin yang lebih tinggi, sudah miliki harta masih ingin yang lebih banyak, terus korupsi tetap ambisi kejar jabatan, berletih dan berpayah demi mengejar harta.
Maka ambisius itu sesuatu yang Rasulullah larang. "Wahai sekalian manusia carilah rejeki dengan cara baik. Karena seseorang tak akan mendapatkan sesuatu yang bukan untuknya."
Mari serius mencari rejeki tapi tetap dalam koridor syariat. Karena semuanya sudah ditetapkan ukurannya. Bukan dari berletih-letih. Karena tidak akan merubah sesuatu yang Allah telah tetapkan untuk dirinya.
Dan juga Rasulullah telah melarang dari ketamakan.
"Kumpulkan keputusasaan terhadap harta di tangan manusia". Tak usah ingin selalu memiliki seperti milik orang lain. Fokus terhadap milik sendiri dan berprasangka baik, bahwa itulah yang terbaik baginya. Bisa jadi jika memiliki harta bergelimang akan lupa daratan.
Sebagian salaf berkata kalaulah sifat ketamakan ditanyakan
"Siapa bapakmu?". Maka ketamakan akan menjawab "Keraguan terhadap rejeki yang ditakdirkan."
"Apa pekerjaanmu?" Yakni menghinakan diri
"Apa hasil yang engkau dapatkan?" Maka tidak akan mendapatkan apapun.
Inilah kerugian memiliki ketamakan. Tak akan mendapatkan kebaikan sedikitpun bagi seseorang.
Kemudian Al Imam menutup penjelasannya dengan mengutip perkataan seorang salaf, "Ketamakan itu menghinakan penguasa dan sebaliknya keputusasaan terhadap harta orang lain justru akan berikan kemuliaan bagi orang miskin."
Orang memiliki sifat qanaan merupakan penguasa dunia. Sebagaimana kata Imam Syafii "Jika engkau memiliki hati qanaan sesungguhnya engkau dan penguasa dunia sama."■
*) Dari kajian online ORIENTASI MUSLIM SEJATI. Sekelumit Sikap Pertengahan Pengarahan, serta Terapi tentang Harta-Kedudukan-Jabatan dalam Kitab Mukhtashor Minhajil Qashidin kleh Ust Zubair Sutarso
Kamis, 02 Januari 2020
JENIS JUAL BELI TERLARANG
Imam Ahmad meriwayatkan dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah aku telah banyak melakukan jual beli, manakah jual beli yang di halalkan untukku dan mana yang di haramkan?’ Lalu beliau menjawab:
إِذَا اشْتَرَيْتَ شَيْئًا فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ.
‘Apabila engkau membeli sesuatu, maka janganlah engkau menjualnya kembali sampai engkau menerima (barang tersebut).’
لاَ يَبِعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ
“Janganlah seseorang menjual di atas jualan saudaranya. Janganlah pula seseorang melamar di atas khitbah saudaranya kecuali jika ia mendapat izin akan hal itu.” (HR. Muslim)
Rabu, 25 Desember 2019
6 NASIHAT INDAH BAGI PEMUDA DAN MAHASISWA
■ Dari Tabigh Akbar: Mahasiswa, Antara Tantangan dan Harapan (2)
#firibook -- Begitu banyak perhatian Allah dalam Quran dan harapan Rasulullah dalam haditsnya kepada para pemuda. Maka seorang pemuda dan mahasiswa sepatutnya memahami bahwa
1. Sadari umur dan waktu muda sebagai amanah
Sebagaimana hadits ari sahabat Abu Barzah, telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
“Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba nanti pada hari kiamat, sehingga Allah akan menanyakan tentang (4 perkara:)
(Pertama,) tentang umurnya (usia mudamu) dihabiskan untuk apa. (Kedua,) tentang ilmunya diamalkan atau tidak. (Ketiga,) Tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan ke mana dia habiskan. (Keempat,) tentang tubuhnya, capek / lelahnya untuk apa.” (HR Tirmidzi dan Tirmidzi berkara hasan shahih. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad-Darimi dan lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad bin Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah.)
Hadits ini menunjukkan nikmat usia muda sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya 4: 341. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya. Dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Banyak anak muda yang melalaikan usianya padahal tak ada jaminan dia akan hidup besok. Padahal di usia muda banyak pintu ketaatan terbuka. Walau tantangan besar karena kecenderungan usia muda yang lebih suka trend yang cenderung menjerumuskan pada dosa dan maksiat.
Maka siapkan langkah membentengi diri dan istiqomah dengan menyadari usia muda sebagai amanah dan nikmat.
2. Mari menjadi anak muda ideal.
Dalam surah al kahfi disebutkan sifat dan ciri anak muda ideal. Allah berfirman
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Kami menceritakan kepadamu kisah mereka secara haq (benar). Sesungguhnya mereka adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Rabb mereka kemudian Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.
Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa pemuda ideal itu
1. Miliki sifat keimanan, maka
2. Allah beri mereka petunjuk dan
3. Allah akan tetapkan keistiqamahan
Saat ini banyak pemuda menjadi santapan empuk orang yang hendaki kerusakan, berupa doktrin dan pemahaman radikal. Keadaan ini terjadi karena adanya aqidah yang menyimpang.
Allah memberi jaminan bahwa apa yang menjadi kebiasaan baik di usia muda akan menjadi penjaganya di usia tua.
Karena syubhat saat ini banyak yang dengan mudah menguasai dan mempengaruhi pemuda.Karena pemuda memiliki semangat berapi-api tapi kurang ilmu.
Radikalisme yang menjangkiti pemuda dan mahasiswa biasanya bertahap diindoktrinasika yakni
● Melalui cara belajar yang salah. Tidak dari guru yang jelas.
● Diberi doktrin benci kepada ulama yang sebenarnya.
● Membuat pemuda/mahasiswa benci dan membangkang kepada pemerintah.
● Setelah jauh dari agama, membenci ulama dan membangkang pada pemerintah maka mudahlah dimasukkan doktrin di antaranya melalui doktrin jihad yang salah.
Ciri seorang pemuda yang sudah terjangkit radikalisme di antaranya kerap memuji tindakan terorisme dan bergaul dengan pihak yang berciri di antaranya tak mengakui pemerintah dan mengkafirkan semua unsur terkait pemerintah.
Ada 3 perkara menurut Rasulullah yang hati seorang muslim tidak akan ada penyakit padanya jika
● Dia ikhlas beribadah kepada Allah
● Dia mentaati pemerintah
● Dia berkomitmen dengan jamaah kaum muslimin
3. Bangunlah bangunan ilmiah yang benar pada diri.
Melalui tangga-tangga keilmuan yang sistematis. Jika tidak maka akan merusak. Sebagaimana kerusakan bersumber pada 4 hal
a. Pemahaman Islam setengah maka rusak aqidah
b. Pemahaman fiqih hanya setengah maka rusak kehidupan masyarakat
c. Pemahaman ilmu kedokteran setengah maka rusak badan
d. Pemahaman bahasa Arab setengah maka rusak lisan.
4. Ambillah ilmu dari orang berpengalaman.
Bahwa kelulusan dari universitas harus dipahami sebagai awal menaiki tangga keilmuan. Untuk menjadi seorang ahli maka bergaul dengan orang berpengalaman.
Sebagaimana ungkapan di Arab "Anak unta usia 2 tahun jika tak bergaul dengan unta usia 8 tahun maka tak akan bisa menghadapi unta penganggu yang berusia 4 tahun."
Banyak pemuda berbicara pada hal yang tak dipahaminya.
5. Teguhlah di atas prinsip yang benar
Pemuda yang baik yakni pemuda yang tidak mudah terserat padahal yang belum dipastikan kebenaran.
Sebagaimana hikmah dari cerita Imam Malik yang didatangi oleh seorang yang miliki pemikiran menyimpang. Mengajak berdebat sang Imam dan Imam Malik mengusirnya.
(Kisah lengkapnya sebagaimana #firibook kutip dari laman aslibumiayu.net di bawah ini)
Ma’n rahimahullah berkata: “Pada suatu hari Imam Malik ibn Anas berangkat ke masjid sambil berpegangan pada tangan saya, lalu beliau dikejar oleh seseorang yang dipanggil dengan Abu al-Juwairah yang dituduh memiliki Aqidah Murji’ah.
Dia berkata: “Wahai Abu Abdillah dengarkanlah dariku sesuatu yang ingin saya kabarkan kepada anda, saya ingin mendebat anda dan memberi tahu anda tentang pendapatku.’
Imam Malik berkata, “Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi atasmu.” Dia berkata, “Demi Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran. Dengarlah, jika memang benar maka ucapkan.”
Imam Malik bertanya, “Jika engkau mengalahkan aku?” Dia menjawab, “Maka ikutlah aku!” Imam Malik bertanya lagi, “Kalau aku mengalahkanmu?” Dia menjawab, “Aku mengikutimu?”
Imam Malik bertanya, “Jika datang orang ketiga lalu kita ajak bicara dan kita dikalahkannya?” Dia berkata, “Ya kita ikuti dia.”
Imam Malik rahimahullah berkata: “Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu agama, aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah.”
Imam Malik rahimahullah berkata ”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
Imam Malik rahimahullah berkata “Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang hamba.”
Imam Malik rahimahullah berkata “Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah?
Dia menjawab, ”Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah.” (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
6. Berakhlak wahai pemuda.
Wallahuallam (fir/habis)
*) Sumber dari catatan on the spot pada