enam rahasia sukses andrie wongso (8)
AYO munculkan jiwa kewirausahaan. Wujudkan semua itu jadi kenyataan. Tapi selama tidak ada mental maka semua itu sia-sia.
Saya sengsara selama 11 tahun, sampai saya berusia 22 tahun. Tahun 1976, saya bersama kakak berangkat ke Jakarta dan mengubah nasib.
Ibu saya menitip kopi satu botol: Nak, ini bawa, saya sudah masukkan juga kue sebagai bekal di perjalanan. Ini ada baju dua potong yang mama jahit sendiri, kamu taruh dan pakai selama di sana. Mama berpesan: jalani kehidupan di Jakarta dengan jujur dan berani.
Saya berusaha tegar di depan Mama. Tapi di dalam bus, gantian air mata saya mengalir dan mikir pakai apa mengubah masa depan, saya cuma SDTT.
Kami tidak pernah merasakan makan di restoran. Jangankan di restoran gede, restoran pinggir jalan pun tidak pernah. Tidak pernah merayakan ulang tahun, tidak pernah ada koran masuk ke dalam rumah.
Kalau besok ulang tahun, malamnya saya tidak bisa tidur. Aduh, besok saya akan dapat hadiah. Tapi, begitu bangun besoknya, hanya dapat dua telor merah.
Itupun dipotong. Separuh dikasih kakak saya, separuh lagi dikasih ke adik saya. Separuh lagi saya makan. Ulang tahun dengan satu telor sungguh nikmat sekali.
Beda dengan anak saya sekarang ini. begitu lahir sudah milyarder. Kemana-mana naik mobil Mercy, sopirnya dua sampai tiga orang. Pembantu sampai lima orang di rumah. Semuanya tiga-tiganya sekolah di international school di Singapura.
Kalau anak saya mau ulang tahun, mamanya tanya: "Nak, besok kamu ulang tahun mau pesta di mana?" Wow, enak sekali diminta pesta di mana?
Tapi saya yakin, senikmat-nikmatnya menggelar pesta ulang tahun di manapun, tidak bisa mengalahkan nikmatnya ulang tahun makan dua telur merah.
Itu suatu berkah. Sering kali frustasi, memikirkan masa depan. Kebetulan aku bisa kungfu, itu yang melatih saya tegar dan tabah.
Pada tahun 1978, banyak sekali film Hongkong masuk ke Indonesia. Filmnya bagus dan saya bisa kungfu, saya terpengaruh karena ingin jadi bintang film. Waktu itu saya sudah jadi karyawan toko. Saya langsung ketemu bos, "Bos, saya mau keluar".
Bos tanya, "Mau kemana?" Saya jawab, mau main film. Bos saya kaget setengah mati. Film apa? Film kungfu. Bos bilang, Jangan mimpi.. jangan...
Hati memang bilang jangan tapi tekad sudah bulat. Makanya saya berhenti. Tapi sampai seminggu, sebulan, setahun, dua tahun, tidak ada bintang film. Gagal total. Orangtua meninggal dunia.
Kembali ke Malang. Dalam bus ke Malang, saya menangis. Kini kamu telah gagal. Dengan tegas hati saya bilang, "Tidak!!! Andrie...Sabar...." Kata-kata itu saya tanggap. Anggap saya suara Tuhan.... sabar!
Penguburan selesai, kembali ke Jakarta tahun 1979, kerja di Pasar Kenari. Tokonya kecil. Jual kabel listrik.
Pembeli meminta saya membawakan barangnya ke mobil. Saya sudah pelayan toko, kini disuruh ngangkut kayak kuli. Ada suara dalam hati.. Sabar Andrie. Itu bukan kerjaannya. Sabar!!! Sabar!!!!
Kata-kata itu memberikan saya semangat sehingga barang yang tadinya berat kini jadi enteng banget. Karena saya mukanya cakep, banyak bergaul, kenal beberapa orang.
Begitu mereka tahu saya bisa kungfu... mereka meminta saya membuka perguruan. Muridnya pertama-tama dikit. Lama-lama muridnya banyak.
Awalnya saya gak minta iuran, tapi lama-lama karena mereka maksa, saya terima. Begitu uangnya saya kantongi, wuihhh uangnya lebih banyak dari kerja sebagai pelayan toko. Kembali mimpi saya untuk menjadi bintang film muncul.
Saya langsung ketemu bos, "Bos saya minta berhenti." "Mau kemana, saya sudah senang dengan kerja kamu?" "Saya mau main film di Hongkong..." Wah.. bos saya kagetnya luar biasa.
"Mau main film apaan Lu..." "Mau main film kung fu di Hongkong.. Bisa!!!" Begitu saya berhenti, Andrie Wongso latihan kerja membentuk bodi. Saya lalu foto delapan foto action. Delapan foto itu saya kirim ke Hongkong. Cukup dua minggu surat balasan dari Hongkong datang.
Begitu diterima, saya kumpulkan murid-murid. "Murid-muridku tercinta, mulai minggu depan, kalian tidak usah bayar iuran." "Lho kenapa guru gak mau terima iuran?" kata mereka.
"Gak usah bayar iuran.. Karena mulai depan gurumu akan main film kungfu di Hongkong. Seminggu lagi saya akan ke Taiwan, karena di Taiwan ada produksi film kungfu dan saya akan main di sana."
Seminggu menunggu, dua minggu, tiga minggu, tiga bulan tidak ditelpon. Saya setengah mati. Saya tetap semangat, bisa!!!bisa!!!bisa!!
Uang makan sudah habis, terpaksa tiap hari hanya makan gado-gado. Itu karena uang iuran sudah tidak bayar. Tapi hati berkata Tahan!!! tahan!!!!
Saya kumpulkan lagi murid-muridku: wahai murid-muridku mulai saat ini kalian bayar iuran lagi ya. Makanya mereka bayar lagi. Ternyata hanya penderitaan hidup yang mengajarkan kepada manusia akan arti kenikmatan kehidupan.(apriani landa/fir)