TUNTUTAN hidup dan kesenangan hidup semakin terbukti tak menenangkan. Kegelisahan mengejar tuntutan itu membawa konsukuensi tersendiri dengan mengorbankan hal-hal yang seharusnya tak dikorbankan.
Silaturahmi dengan Allah makin terbengkalai, keharmonisan keluarga tergadai demi mencapai target-target pragmatis. Duuh..aku rindu untuk tak terbebani tuntutan-tuntutan dunia.
Berpunya memang membuat emosi menjadi labil, keimanan gampang ambruk, idealisme mudah terjual dengan harga yang tak pantas, hingga ukhuwah terkoyak-koyak.
Malam ini perenungan akan semua itu datang untuk coba dicarikan penyelesaiannya. Namun aku menyadari penyelesaian rasional tetap menjadi rapuh jika sandaran iman tak kokoh.
Aku telah kebablasan memperlebar zona comfort, dan tak menyadari betapa kuasaNya masih begitu digdaya mengatur waktu, energi, rejeki, dan capaian akan harapan yang telah direncanakan.
Ya...sebuah harta yang begitu berani dimiliki di saat keterbatasan masih mendera konon katanya bisa menjadi motivasi untuk melipatgandakan energi kerakusan.
Ah...enam paragraf itu begitu berbahasa bohong dan munafik. Tapi biarlah karena ada secuil sejuk mendera otak. Yang saya mau cerita ya itu...mobil itu...