Bisnis & Manajemen Solution
Istijanto Oei
KITA acapkali mendengar kata "bisnis". Namun kalau ditanya apa itu bisnis, mungkin kita sulit mendefinisikannya. Persis saat penulis menanyakan ke peserta seminar "Rahasia Sukses Toko Tionghoa" yang penulis bawakan beberapa waktu lalu. Jawaban yang diberikan berbeda-beda. Ada yang mengatakan mencari uang, menjual, atau membuka toko. Sejatinya, makna bisnis itu simpel: kegiatan mencari untung. Tak heran jika terdapat berbagai bentuk bisnis. Ada yang menjual barang (seperti toko), menyewakan (properti), merawat (bengkel AC), memperbaiki (servis mobil), mengantar (taksi), mengirim (kurir), menyediakan makanan (restoran), dll. Semua kegiatan ini bertujuan mencari laba.
Sayangnya, tidak semua bisnis berhasil. Banyak yang hari ini berdiri, tiga bulan lagi terseok-seok. Atau, hari ini untung besar, besoknya harus tekor. Bahkan, tidak sedikit yang harus gulung tikar. Kalau begitu, apa resep membuat bisnis tetap sukses jangka panjang?
Sejatinya, pondasi dasar berbisnis adalah kepercayaan. Ya, kepercayaan! Kedengarannya simpel namun melakukannya tidak mudah. Sebagai contoh mendirikan rumah makan. Kalau makanan yang disajikan tidak enak, wajar pengunjungnya sepi. Maklum saja, kalau menyebut diri sebagai "rumah makan" namun masakannya hambar, apa jadinya? Pengunjung yang mencicipi tidak mempercayai lagi sebagai rumah makan.
Sebutan merupakan janji pertama yang harus dipenuhi untuk membangun kepercayaan. Menyebut diri sebagai laundry berarti menjanjikan pakaian yang dicuci menjadi rapi dan bersih. Menyebut sebagai bengkel mobil berarti menjanjikan mobil rusak jadi beres. Mengatakan diri sebagai jasa kurir maka menjanjikan paket tiba di tempat tujuan. Memasang papan nama sebagai salon berarti menjanjikan tempat mempercantik diri. Demikian juga yang lain. Jadi menyebut diri kita di bisnis apa, sama dengan mempertaruhkan kepercayaan. Jangan mengatakan bengkel kalau tidak bisa memperbaiki mobil. Atau, lebih baik menyebut sebagai warung daripada restoran kalau fasilitas dan layanannya di bawah standar.
Kedua, bisnis yang menipu tidak akan dipercaya selamanya. Ini sering dilakukan pebisnis yang menghalalkan segala cara. Kesemuanya demi mengejar keuntungan sesaat. Jadilah bisnisnya 'tabrak lari'. Begitu dapat laba dari pembeli, lalu kabur. Ingat, laba memang penting namun jangan mengorbankan jangka panjang. Saya akan beri contoh.
Beberapa waktu lalu, langit-langit di atas AC kamar tidur saya menetes air. Saya pikir pipa AC-nya bocor. Kebetulan ada brosur bengkel AC -sebutlah "A"- yang dibagikan. Saya belum pernah memakai bengkel AC ini. Meski agak ragu, namun saya coba memanggilnya. Di sinilah pebisnis "A" mengujikan kepercayaannya.
Dua karyawannya datang dan mengecek. Setelah beberapa lama berkutat di internit -entah apa sebenarnya yang dilakukan- mereka mengatakan posisi selangnya memang di atas. Lalu mereka menyodorkan 'komponen' AC yang rusak. Harganya cukup mahal beberapa ratus ribu rupiah. Saya percaya dan mengikuti sarannya untuk diganti.
Rupanya, mereka hanya mengejar keuntungan sesaat, 'tabrak lari'. Buktinya, tetesan air di internit justru menjadi-jadi. Untuk memanggil kedua kali, saya tidak lagi percaya. Saya hubungi teman yang merekomendasikan bengkel AC lain, sebutlah "B". Petugas bengkel AC ini mengecek juga. Dia katakan kalau posisi selang AC tidak di atas internit tetapi ditanam di tembok. Bengkel "B" ini juga mengatakan kalau tetesan air bukannya dari AC tetapi dari rembesan pipa air rumah tetangga yang bocor. Pembaca tentu bisa menebak bagaimana perasaan saya waktu itu. Tidak akan pernah memakai bengkel "A" lagi dan melarang relasi menggunakan "A". Sebaliknya, saya mempercayakan pembersihan AC ke "B" secara rutin dan merekomendasikannya ke orang lain. Bisnis yang saya berikan ke bengkel "B" menjadi semakin besar sedangkan ke "A" tidak lagi.
Saya beri contoh lagi pentingnya kepercayaan. Kalau pembaca jalan-jalan di Jakarta, jangan heran melihat orang rela menunggu taksi Blue Bird. Padahal, di jalanan berseliweran taksi merek lain yang kosong. Mengapa? Karena mereka lebih percaya pada Blue Bird. Maklum, banyak kejadian buruk menimpa penumpang taksi merek lain. Ada yang diputar-putarkan dulu sebelum ke tujuan supaya argometernya 'membengkak', ada yang menggunakan 'argo kuda', ada yang minta bayaran lebih, dll. Pengemudi taksi-taksi yang nakal ini telah merusak kepercayaan penumpang. Memang ini tidak dilakukan oleh semua pengemudi, hanya beberapa saja. Namun, dampaknya penumpang tidak percaya lagi. Akibatnya bisnis perusahaan taksi ini kena getahnya. Mereka sering mengeluh susahnya mendapat penumpang. Sebaliknya, taksi Blue Bird yang mengedepankan kepercayaan, kebanjiran banyak penumpang. Inilah bedanya bisnis yang dipercaya dan tidak.
Kepercayaan pebisnis tidak hanya dibangun ke konsumen. Secara luas kepercayaan juga harus ditanamkan ke semua pemangku kepentingan. Sebagai contoh terhadap pemasok. Salah satu kenalan saya memiliki toko yang laris. Namun, herannya toko ini akhirnya bangkrut. Selidik punya selidik, para pemasok toko ini tidak percaya pada pemiliknya. Pemilik toko rupanya sering menunda pembayaran berbulan-bulan. Para salesman yang menagih pun diping-pong. Belum lagi kalau membayar sering dengan cek kosong. Akhirnya para pemasok tidak percaya dan menghentikan kiriman. Toko pun kehabisan barang dan akhirnya gulung tikar.
Cerita-cerita di atas menunjukkan pentingnya membangun kepercayaan di bisnis. Mengharapkan laba besar dengan 'tabrak lari' merupakan prestasi sesaat. Bisnis yang 'tabrak lari' berpikir jangka pendek: "yang penting untung dulu, kepercayaan belakangan". Sebaliknya, bisnis yang jangka panjang meyakini: "bangun kepercayaan dulu, untung mengalir kemudian". Ini memang pilihan. Namun siapa yang mengharapkan bisnisnya hanya sesaat?
Kepercayaan adalah kunci kesuksesan bisnis jangka panjang. Ingat kembali pepatah kuno, "Sekali lancung ke ujian, seumur hidup tidak dipercaya orang". Selamat berbisnis dengan kepercayaan!
Istijanto Oei, pelatih dan konsultan bisnis Prasetiya Mulya, penulis buku bestseller "Rahasia Sukses Toko Tionghoa". Buku terbarunya akan segera terbit: "Kiat Investasi Valas, Emas, Saham". Email: istijanto@hotmail.com