* Coremap II di Pangkep
SEMILIR bayu menghembuskan buih air laut sore itu. Menerbangkan aroma segar udara pesisir kepulauan Pangkep yang masih membuai dan menghanyutkan asa. Nun di kejauhan, di cakrawala barat sana, lembayung senja sungguh indah ditatap.
Namun, di antara pasir dan sebagaian garis pantai Pangkep yang mencapai 250 km dan bibir pantai 115 pulau-pulaunya mudah ditemui patahan-patahan terumbu karang (coral reef) yang berserakan, mati dan menyedihkan.
Patahan-patahan itu menjadi saksi bisu betapa tuntutan ekonomi dan ketidaktahuan para nelayan akan pentingnya lingkungan lestari, serta keserakahan para juragan ikan mengeruk rupiah dengan cara mudah tapi merusak dengan bom dan bius/racun, telah menghanyutkan makhluk laut itu di ambang kepunahan.
Padahal pulau-pulau di perairan Supemonde dan pesisir lainya menyimpan potensi terumbu karang yang cukup besar. Secara keseluruhan Pangkep memiliki potensi wilayah terumbu karang 36 ribu km2 (data situs resmi Coremap II Pangkep).
Informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Pangkep mengungkapkan saat ini kerusakan terumbu karang di daerah itu telah mencapai 45 persen persen dari total luas terumbu karang. Sedangkan menurut Data Pusat Penelitian Terumbu Karang Unhas Bulukumba, Pangkep, dan Sinjai terparah kerusakan terumbu karangnya.
Kerusakan di antaranya disebabkan selain oleh aktivitas penangkapan ikan dengan bom dan pembiusan juga karena penangkapan ikan dan kepiting dengan pencongkelan terumbu karang.
Dari perbincangan Tribun dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pangkep, M Natsir Sulaiman di ruang kerjanya, belum lama ini, terungkap banyak spektrum masalah yang terkait dengan penyebab aktivitas perusakan terumbu karang hingga upaya penyelamatannya.
Yang utama tentunya penangkapan ikan secara ilegal melalui bom dan bius. Aktivitas ini tiada lain karena dianggap sebagai cara yang mudah, cepat, dan menguntungkan.
Konon menurut informasi yang diperoleh dari nelayan setempat mengungkapkan hanya dengan meledakkan tiga hingga lima buah bom, para juragan ikan dengan memanfaatkan nelayan miskin bisa meraup puluhan hingga seratusan juta rupiah sekali melaut.
Bayangkan betapa sulitnya merubah kebiasaan yang "menguntungkan" itu. Maka melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) segala upaya dilakukan dalam bingkai penyelamatan terumbu karang.
Mulai dari pemberian pemahaman kepada masyarakat pesisir dan kepulauan akan pentingnya peran dan fungsi terumbu karang dan akibat ditimbulkan jika habitat dari biota laut itu punah.
Lalu bersamaan kemudian para nelayan didorong untuk berhimpun dan berlembaga membentuk kelompok. karena melalui kelompok tersebut maka motivasi untuk meningkatkan ekonomi keluarganya efektif dilakukan antara lain dengan memberi bantuan usaha dan pelatihan memanfaatkan sumber daya laut sekitar.
Selain itu dengan memberikan bantuan peralatan tangkap yang memadai berupa jaring dan perahu agar tak lagi tergantung pada para juragan. Para juragan ikan itulah yang selama ini memaksa mereka melakukan pemboman dan pembiusan ikan yang menyebabkan terumbu karang rusak.
Pelatihan dan memberikan pemahaman mengembangbiakan terumbu karang juga dilakukan agar para masayarakat pesisir dan nelayan bisa secara swadaya berpartisipasi.
Dari jalur formal berupa mendorong pemerintah daerah untuk menerbitkan peraturan juga telah berhasil melahirkan perda khusus penyelamatan terumbu karang di Pangkep.
Menggalang dukungan instansi hukum terutama kepolisian juga diharapkan bisa melakukan pengamanan dan penangkapan sehingga ada efek jera. Serta pelibatan ulama untuk mendorong kepedulian lingkungan melalui spiritualitas.
Itu baru sebagian dilakukan di Pangkep melalui Coremap II, masih banyak lagi upaya dari program yang menghabiskan anggaran Rp 15 miliar itu.
Toh... akar masalah perusakan terumbu karang diantaranya karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat, kemiskinan, keserakahan, kebijakan dan strategi pengelolaan yang belum padu, kelemahan kerangka perundang-undangan dan penegakan hukum, serta metode pengelolaan yang kurang memadai, masih menjadi benang kusut dan lingkaran setan penyelamatan terumbu karang.
Tentunya kekusutan masalah itu butuh waktu, energi, dana, hingga kepedulian bersama agar bisa dilerai demi terumbu karang yang lestari dan tercapainya kesejahteraan nelayan/masyarakat pesisir Pangkep.(firmansyah)
penjelasan kadis
Wilayah Penyadaran Luas dan Komplek
PROGRAM Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) II di Pangkep selaras dengan perhatian Pemkab Pangkep yang secara khusus terhadap pelestarian terumbu karang.
Tujuan dari Coremap II digelar untuk rehabilitasi terumbu karang dan pelestariannya. Pelestarian antara lain dengan melakukan penyadaran masyarakat agar tidak melakukan perusakan terumbu karang dari mencungkil, menginjak, hingga membom.
Kegiatan awal diantaranya pembentukan pembimbing lapangan untuk melatih motivator desa atau Seto (senior extention of trainer) yang aktivitasnya mendorong pembentukan dan membina kelompok nelayan.
Kami mencatat ada 34 kelompok dari 34 desa pesisir dan pulau kecil. Kelompok nelayan/masyarakat ini dilatih buat transpalasi/budidaya karang, dan manajemen keuangan keluarga.
Juga dilatih untuk mata pencaharian alternatif seperti mengolah sumber daya alam laut yakni kerupuk ikan, manisan agar-agar, jus rumpur laut.
Secara umum sejak program Coremap bergulir di Pangkep membuat aktivitas pemboman ikan relatif berkurang. Masyarakat pun juga mengaku senang karena mendapatkan bantuan pinjaman Rp 50 juta per kelompok.
Apalagi para nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau mendapatkan bantuan alat tangkap. Bantuan ini untuk menjawab fakta bahwa nelayan miskin yang merupakan mayoritas pelaku penangkapan dengan cara bom dan bius.
Sudah ada 450 unit sampan plus mesin yang diberikan. Targetnya hingga 1.200 unit akan dibagikan ke nelayan.
Dalam waktu dekat juga akan segera dibangun laboratorium di tempat pelelangan ikan yang akan mendeteksi ikan hasil tangkapan melalui bom dan bius. Kami sudah melatih tenaganya dan akan ada pola penyitaan.
Tantangan dalam penyelenggarana Coremap antaralain karena sangat luasnya pihak dan wilayah penyadaran apalagi persoalnya juga sangat banyak dan luas.(fir)
* M Natsir Sulaiman, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pangkep
Apa dan Mengapa Terumbu Karang Harus Diselamatkan
TERUMBU karang sebenarnya adalah karang yang terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme miskroskopis yang bernama zooxanthellae.
Ekosistem terumbu karang terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Biasanya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan temperatur sekitar 21-30 derajat Celsius.
Ada dua jenis terumbu karang yaitu terumbu karang keras (hard coral) dan terumbu karang lunak (soft coral). Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang.
Terumbu karang ditemukan di sekitar 100 negara dan merupakan rumah tinggal bagi 25 persen habitat laut. Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan. Dalam beberapa dekade terakhir sekitar 35 juta hektar terumbu karang di 93 negara mengalami kerusakan.
Ketika terumbu karang mengalami stres akibat temperatur air laut yang meningkat, sinar ultraviolet dan perubahan lingkungan lainnya, maka ia akan kehilangan sel alga simbiotiknya.
Manfaat
Terumbu karang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, bintang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang.
Kebaradaan terumbu karang juga sebagai penyeimbang alam khususnya sebagai pemecah gelombang pantai dan tempat hidup biota laut.
Selain itu, peran terumbu karang sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya.
Keberadaan terumbu karang memberi manfaat yang cukup besar, diantaranya sebagai sumber makanan, perikanan, pariwisata, bahan obat-obatan, bahan baku berbagai industri, pertahanan pantai, pendidikan dan riset serta sebagai kawasan konservasi laut.
Sebuah riset yang dilakukan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin (Unhas) belum lama ini, secara jelas menguraikan nilai ekonomi sumber daya perikanan karang dan terumbu karang di Pangkep
Penelitian berjudul Valuasi Ekomomi Karang itu melalui survei di perairan Spermonde. Hasil penelitian itu mengungkapkan nilai total monoter dari manfaat langsung terumbu karang khusus di Pulau Balang Lompo saja adalah, Rp 2,92 miliar per tahun, itu pun baru dari manfaat perikanan terumbu karang.
Belum lagi manfaat lain dan manfaat wisata yang bisa mendatangkan Rp 284 juta per tahun. Bagaimana jika nilai ekonomis yang sama juga dimiliki terumbu karang di sejumlah kepulauan dan pesisir Pangkep yang lain, maka sebenarnya tak akan ada kemiskinan di pesisir dan kepulauan Pangkep lantaran Terumbu Karang.(fir)
Membekali Nelayan Menguatkan Ekonomi Keluarganya
SEKADAR melarang nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan bom dan racun (bius ikan) taklah bijak tanpa ada alternatif bimbingan dan aktivitas lain bagi penguatan ekonomi keluarga mereka.
Karena pelarangan itu berarti memutus mata pencaharian mereka yang konon lebih cepat, mudah, dan banyak mendatangkan hasil tangkapan. Walau memang para nelayan hanya sekadar kaki tangan dan suruhan dari pemain besar atau juragan ikan.
Maka melalui program Coremap II di Pangkep para nelayan dihimpun pada sebuah kelompok untuk diberi bantuan. Tiap kelompok yang terbentuk pada setiap desa pesisir dan kepulauan itu mendapat dana bantuan Rp 50 juta.
Anggota kelompok dijanjikan bantuan modal usaha maksimal Rp 5 juta per orang. Usaha dan keterampilan yang bisa dikembangkan nelayan dan keluarganya sebelumnya diberikan, khususnya dalam mengolah dan mengoptimalkan sumber daya hasil laut sekitarnya sampai membantu jaringan pemasarannya.
"Sekarang ada yang mampu bikin usaha pembuatan kerupuk ikan, manisan agar-agar, mapun jus rumpur laut," tutur Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pangkep, M Natsir Sulaiman.
Bukan itu saja peralatan tangkap berupa jaring hingga perahu diberikan. Itu tujuannya agar aktivitas penangkapan ikan yang mereka lakukan lebih aman dari perusakan terumbu karang dan tentunya tak lagi mau menjadi suruhan untuk menangkap ikan dengan bom dan bius yang lingkungan rusak dan muaranya keluarga nelayan lebih merugi lagi.(fir)
Saatnya Menolak Beli Ikan Hasil Bom
LALU apa yang bisa dilakukan masyarakat di perkotaan dan yang hidup jauh dari pesisir laut dan pulau? Di antaranya dengan menjaga kebersihan laut sewaktu berwisata ke pantai.
Dan taklah berlebihan jika Anda memulai gerakan boikot atau menolak membeli ikan hasil tangkapan dengan pemboman dan pembiusan.
Gerakan ini tentunya akan sama dengan aksi boikot membeli produk yang merusak lingkungan. Gerakan ini telah membuat produser barang elektronik, otomotif, hingga peralatan rumah tangga kini berlomba-lomba merancang produk yang ramah lingkungan.
Bukankah inilah peran kepedulian bersama itu dihembuskan untuk penyelamatan terumbu karang?
Lalu apa ciri ikan yang dibom dan dibius tersebut? Jangan membeli ikan yang tulang ekornya patah atau jika dipegang tak kaku. Itu adalah ikan yang ditangkap dengan bom ikan.
Tulang ekor ikan patah karena kaget atau shock saat bom diledakkan. Sedangkan ciri ikan yang dibius yakni matanya pusat.
Dinas Perikan dan kelautan Pangkep dalam waktu dekat akan segera mendirikan laboratorium yang akan mendeteksi ikan-ikan hasil tangkapan dari bom dan bius. Laboratorium itu akan ditempatkan di sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI).(fir)
Tulisan ini memenangkan lomba penulisan Coremap di Pangkep