#firibook -- Ketika akan shalat menghadaplah ke kiblat (kakbah). Menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat bagi orang yang mampu. Jika sengaja menyelisih syarat ini maka shalatnya batal.
Hanya saja ada beberapa kondisi shalat tak diwajibkan untuk menghadap ke kiblat. Sebagaimana dalam sebuah hadits
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ مُقْبِلٌ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ عَلَى رَاحِلَتِهِ، حَيْثُ كَانَ وَجْهُهُ، قَالَ: وَفِيهِ نَزَلَتْ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ".
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di atas kendarannya kemana saja kendaraannya menghadap, yaitu ketika beliau datang dari Makkah menuju Madiinah. Dan pada peristiwa itu turun ayat : ‘ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah (QS. Al-Baqarah : 115)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 700].
Para ulama berbeda pendapat bolehnya shalat sunnah di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat apakah berlaku umum atau hanya bagi musyafir saja.
Sebagian mengatakan hanya bagi musyafir saja. Alasannya dalam seluruh hadits tentang shalat Rasulullah di atas kendaraan ketika Rasulullah melakukannya saat syafar bukan ketika mukim.
Namun pendapat kedua menyatakan hal itu berlaku umum. Karena hukum asalnya dan tidak ada dalil khusus yang mengecualikan hanya untuk syafar.
Sebagaimana berlaku untuk masalah bacaan ayat oleh Rasulullah saat shalat sunnah boleh juga dibaca saat shalat fardu. Karena sesuatu yang boleh dilakukan shalat sunnah boleh untuk shalat fardu. Dan yang batalkan shalat fardu juga membatalkan shalat sunnah.
Pendapat kedua lebih dekat kepada kaidah fiqih. Sedangkan pendapat pertama lebih dekat kepada dalil.
---000---
Bagaimana gerakan shalat Rasulullah saat syafar. Disebutkan dalam hadits Bukhari yakni cukup dengan isyarat kecuali takbiratul ikhram.
Untuk gerakan sujud dengan isyarat gerakan lebih rendah. Sebagaimana dijelaskan hadis dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,
بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ، فَجِئْتُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ، وَيُومِئُ إِيمَاءً، السُّجُودُ أَخْفَضُ مِنَ الرُّكُوعِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk melakukan suatu tugas. Ketika saya kembali menemui beliau, beliau sedang shalat di atas tunggangannya menghadap ke arah timur. Beliau berisyarat ketika rukuk dan sujud, dimana sujud lebih rendah dibandingkan rukuknya. (HR. Ahmad 14555, Turmudzi 352 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Rasulullah shalat menghadap kemana pun kendaraannya bergerak. Tidak mesti ke arah kiblat. Karena Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 115
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui
Kesimpulannya kita boleh shalat di atas kendaraan dan boleh tanpa menghadap kiblat.
Namun dalam salah satu hadits, Rasulullah kadang jika ingin shalat di atas kendaraan dia menghadapkan kendaraannya ke arah kiblat.
Sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَافَرَ فَأَرَادَ أَنْ يَتَطَوَّعَ اسْتَقْبَلَ بِنَاقَتِهِ الْقِبْلَةَ فَكَبَّرَ ثُمَّ صَلَّى حَيْثُ وَجَّهَهُ رِكَابُهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersafar dan ingin melaksanakan shalat sunnah lantas beliau mengarahkan kendaraannya ke arah kiblat. Kemudian beliau bertakbir, lalu beliau shalat sesuai arah kendaraannya.” (HR. Abu Daud, no. 1225. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).(bersambung/fir)
*) Catatan on the spot dari Taklim Rutin Rabu Pekan 2 & 4, Sifat Shalat Nabi Shallahu Alaihi Wasallam oleh Ust Budi Haryanto Lc Hafidzhahullah di Masjid Baabuttaubah Jl Parumpa Daya.