FIRIBOOK, Senin (20/1/2014) - Pagi ini membaca status-status FB rekan-rekan. Krusor digeser ke bawah di wall beranda dapat status teman yang dikomentari dengan menyebut dan menyindir orang yang berjenggot/berjanggut.
Saya sendiri dulu termasuk yang menyindir (belum sampai mengolok sih...) jenggot dan orang berjenggot. Yah tentunya dengan beragam modus. Ingin mengkritik perilaku dan kepribadian para pribadi muslim tapi yang dibawa-bawa soal jenggotnya.
Misalnya pagi ini "Tapi knapa tdk berjanggut kawan ? Seperti org2 yg menklaim dirix ummat muslim yg paling benar ..." ujar rekan mengomentari status rekan "Karena Muhammad SAW adalah uswatun hasanah (puncak teladan kebaikan) maka Beruntung dan bersyukurnya aku sebagai umat Muslim. Sebab, Jika teladan itu Nabi Sulaiman AS, maka rumah ku haruslah istana, perabot dari emas perak, istri setara ratu"
Jadi teringat pula kisah ulama pahlawan Agus Salim saat berpidato di depan forum PBB yang diolok-olok oleh delegasi negara lain dengan teriakan ala kambing. Atau candaan yang dialami saya sendiri..."Wah banyaknya malaikatnya yang bergelantungan"
Yah seakan-akan jenggot yang diolok, jenggot yang salah, jenggot jadi candaan. Padahal belakangan baru tahu dan sadar berjenggot sungguh adalah sunah, perintah Rasulullah.
Penjelasan tentang ini dijelaskan seorang ulama ahli fiqih terkemuka, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam sebuah rubrik interaktif sebua laman website muslim. Berikut saya copas.
Hukum Memelihara Jenggot
Pertanyaan
Apakah memelihara jenggot wajib hukumnya atau hanya boleh? Apakah mencukurnya berdosa atau hanya merusak Dien? Apakah mencukurnya hanya boleh bila dsiertai dengan memelihara kumis?
Jawaban
Mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas, kami katakan, terdapat hadits yang shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم yang dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih keduanya dari hadits Ibnu Umarرضى الله عنهما dia berkata, Rasulullahصلی الله عليه وسلم bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisihilah orang-orang musyrik, potonglah kumis (hingga habis) dan sempurnakan jenggot (biarkan tumbuh lebat, pent.).” [1]
Di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dia berkata, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda (artinya), “Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot memanjang, selisihilah orang-orang Majusi.” [2]
Imam an-Nasa’i di dalam Sunannya mengeluarkan hadits dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Arqam رضي الله عنه, dia berkata, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
مَنْ لَمْ يَأْ خُذْ مِنْ شَارِبِهِ فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang tidak pernah mengambil dari kumisnya (memotongnya), maka dia bukan termasuk dari golongan kami.” [3]
Al-‘Allamah besar dan al-Hafizh terkenal, Abu Muhammad bin Hazm berkata, “Para ulama telah besepakat bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh adalah fardlu (wajib).”
Hadits-hadits tentang hal ini dan ucapan para ulama perihal memotong habis kumis dan memperbanyak jenggot, memuliakan dan membiarkannya memanjang banyak sekali, sulit untuk mengkalkulasi kuantitasnya dalam risalah singkat ini.
Dari hadits-hadits di muka dan nukilan ijma oleh Ibnu Hazm diketahui jawaban terhadap ketiga pertanyaan diatas, ulasan ringkasnya; bahwa memelihara, memperbanyak dan membiarkan jenggot memanjang adalah fardhu, tidak boleh ditinggalkan sebab Rasulullah memerintahkan demikian sementara perintahnya mengandung makna wajib sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى,
وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” [Al-Hasyr : 7]
Demikian pula, menggunting (memotong) kumis wajib hukumnya akan tetapi memotong habis adalah lebih afdhal (utama), sedangkan memperbanyak atau membiarkannya begitu saja, maka tidak boleh hukumnya karena bertentangan dengan sabda Nabiصلی الله عليه وسلم : قُصُّوا الشَّوَارِبِ (Potonglah kumis); أَحْفُوا الشَّوَارِبَ (Potonglah kumis sampai habis); جُزُّوا الشَّوَارِبَ (potonglah kumis);
مَنْ لَمْ يَأْ خُذْ مِنْ شَارِبِهِ فَلَيْسَ مِنَّا
(Barangsiapa yang tidak mengambil dari kumisnya (memotongnya) maka dia bukan termasuk dari golongan kami)
Keempat lafazh hadits tersebut, semuanya terdapat di dalam riwayat-riwayat hadits yang shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sedangkan pada lafazh yang terakhir tersebut terdapat ancaman yang serius dan peringatan yang tegas sekali. Hal ini kemudian mengandung konsekuensi wajibnya seorang Muslim berhati-hati terhadap larangan Allah dan RasulNya dan bersegera menjalankan perintah Allah dan RasulNya.
Dari hal itu juga diketahui bahwa memperbanyak kumis dan membiarkannya merupakan suatu perbuatan dosa dan maksiat. Demikian pula, mencukur jenggot dan memotongnya termasuk perbuatan dosa dan maksiat yang dapat mengurangi iman dan memperlemahnya serta dikhawatirkan pula ditimpakannya kemurkaan Allah dan azab-Nya.
Di dalam hadits-hadits yang telah disebutkan di atas terdapat petunjuk bahwa memanjangkan kumis dan mencukur jenggot serta memotongnya termasuk perbuatan menyerupai orang-orang majusi dan orang-orang musyrik padahal sudah diketahui bahwa menyerupai mereka adalah perbuatan yang munkar, tidak boleh dilakukan berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” [4]
Saya berharap jawaban ini cukup dan memuaskan. Wallahu waliyyut taufiq. Washallahu wa sallam ‘ala Nabiyyina Muhamad wa alihi wa shahbihi.
Kumpulan fatwa-fatwa, juz III, hal. 362-363 dari Syaikh Bin Baz. Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1.
[1] Shahih al-Bukhari, kitab al-Libas, no. 5892, 5893; Shahih Muslim, kitab ath-Thaharah, no. 259.
[2] Shahih Muslim, kitab ath-Thaharah, no. 260.
[3] Sunan at-Tirmidzi, kitab al-Adab, no. 2761; Sunan an-Nasa’I, kitab ath-Thaharah, no. 13; dan kitab az-Zinah, no. 5047
[4] Sunan Abu Daud, kitab al-Libas, no. 4031; Musnad Ahmad, no. 5093, 5094, 5634.
Meyakini kebenaran dan kesahidan sunah/perintah berjenggot ini, saya sendiri sudah dua-tiga tahun belakangan berusaha untuk berjenggot.
Pun jika kita (saya dan Anda) meyakini kebenaran penjelasan ulama besar atas perintah Rasulullah memelihara jenggot maka niscaya kita yang mengaku muslim saatnya menghentikan sindiran, candaan apalagi mengolok-olok jenggot. Karena bisa jadi itu sama halnya menyindir, mencandai dan mengolok-olok Rasulullah. Nauzubillah
Sungguh perilaku menyindir, mencandai apalagi mengolok sunah dan Rasulullah sendiri jelas pula ancaman Allah kepada kita. Nih saya copaskan lagi fatwanya.
Hukum Mengejek Sunnah Rasulullah
- Tanya: Kami melihat masih banyak orang ketika mereka melihat orang lain yang bersungguh-sungguh dalam beragama atau beribadah malah memperolok-oloknya. Sebagian yang lain ada yang berbicara tentang agama dengan nada mengejek dan memperolok-olok. Bagaimanakah orang yang seperti ini?
Jawab: "Memperolok-olok agama Islam atau bagiannya adalah kufur akbar, berdasarkan firman Allah : وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:"Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah:"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At Taubah 9 : 65-66).
Barangsiapa mengolok-olok orang yang bersungguh-sungguh dalam beragama atau menjaga shalatnya disebabkan kesungguhan dan konsistennya di dalam beragama, maka tergolong ke dalam mengolok-olok agama. Tidak diperbolehkan duduk-duduk dan bersahabat dengan orang seperti ini. Demikian juga dengan orang yang membicarakan masalah-masalah agama dengan nada menghina dan mengejek, maka dapat dikategorikan kafir, tidak boleh berteman dan duduk bersama mereka. Bahkan kita harus mengingkarinya, mengingatkan orang lain agar jangan mendekatinya, juga menganjurkan kepadanya agar bertaubat kepada Allah karena sesungguhnya Dia Maha menerima taubat. Jika ia tidak mau bertaubat, maka dia dapat diajukan ke pengadilan setelah benar-benar terbukti ia melakukan penghinaan dan pelecehan terhadap agama Islam dan dengan membawa saksi yang adil supaya mendapatkan keputusan hukuman dari mahkamah syar?iyyah (pengadilan Islam).
Intinya, bahwa masalah ini adalah masalah yang sangat besar dan berbahaya, maka wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui ajaran agamanya, supaya dapat berhati-hati dari hal ini dan agar dapat mengingatkan orang tentang bahaya menghina, mengolok-olok dan melecehkan agama. Sebab hal ini merusak aqidah dan merupakan penghinaan terhadap al-haq dan para pelakunya. (Syaikh Ibnu Baz)
- Tanya: Apa hukumnya menghina dan mengolok-olok orang yang berpegang teguh dengan agamanya?
Jawab: Orang yang mengolok-olok mereka yang beriltizam dalam agama Allah, yang berpegang teguh perintah-perintah Allah maka dapat dikate-gorikan munafik, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَ يَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ?(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu'-min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan mem-balas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.? (QS. 9:79)
Apabila penghinaan itu dikarenakan syariat atau ajaran agama yang dia pegang, maka penghinaan tersebut masuk dalam penghinaan terhadap syariat, dan menghina syariat adalah kekufuran. Jika penghinaan tersebut semata-mata hanya ditujukan kepada orang (pribadi) yang bersangkutan tanpa adanya unsur penghinaan terhadap apa yang ia pegang berupa ajaran agama atau sunnah maka tidak masuk kategori kafir. Sebab boleh jadi seseorang menghina orang lain secara pribadinya saja, dan tidak mangaitklan sama sekali dengan amal yang dilaku-kannya, namun hal ini juga merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.
Yang seharusnya adalah memberikan dorongan kepada orang tersebut agar tetap berpegang dengan syariat Allah serta mendukungnya, bukan menghinanya. Apabila dirinya memang memiliki kesalahan, maka hendaknya diluruskan sesuai dengan kesalahan yang dia kerjakan. (Syaikh Ibnu Utsaimin)
- Tanya:Bagaimana hukumnya mengejek orang yang memanjangkan jenggot atau mengangkat pakaian (celana) diatas mata kakinya?
Jawab: Barang siapa yang menghina orang yang memelihara jenggot atau mengangkat pakaiannya di atas mata kaki, padahal ia tahu bahwa itu adalah syariat Allah maka ia telah meng-hina syariat Allah tersebut. Namun jika dia menghinanya selaku pribadi, karena adanya faktor pendorong yang sifat-nya pribadi pula, makaia tidak dikafir-kan dengan perbuatan itu. (Syaikh Ibnu Utsaimin)
- Tanya: "Apa hukum syara' terhadap orang yang mengejek orang yang berjenggot dengan memang-gilnya, "Hai si jenggot! Mohon untuk dijelaskan.
Jawab: ?Mengolok-olok jenggot adalah kemungkaran yang besar, kalau dia mengucapkannya dengan tujuan menghina jenggot, maka itu adalah kufur, namun jika karena panggilan julukan atau pengenal (karena dengan menyebut nama saja belum tentu tahu yang dimaksudkan, red) maka tidak masuk dalam kekufuran. Namun tidak selayaknya menjuluki atau memanggil orang dengan panggilan seperti ini. Sebab dikhawatirkan masuk dalam golongan yang difirmankan Allah dalam surat at-Taubah 65-66 (lihat diatas, red). (al-Lajnah ad-Daimah)
- Tanya: Apa hukumnya menge-jek wanita muslimah yang mengenakan hijab syar'I dengan menyebutnya sebagai 'ifritah (jin Ifrit wanita/ hantu, red) atau kemah yang berjalan, dan kalimat-kalimat lain yang sifatnya mengejek?
Jawab: Barang siapa yang menghina seorang muslim atau muslimah dikarenakan ajaran syariat yang dia pegang maka dia adalah kafir, baik itu dalam masalah hijab syar'i atau yang selainnya.
Hal ini berdasarkan pada hadits Ibnu Umar Radhiallaahu anhum yang mengisahkan salah saorang laki-laki yang berkata dalam perang Tabuk,"Aku tidak pernah melihat orang yang semisal ahli baca kita (dia maksudkan Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dan para shahabatnya) yang mereka itu lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih penakut ketika berhadapan dengan musuh." Maka seorang laki-laki lain berkata,"Kamu telah berdusta, bahkan kamu adalah seorang munafik, aku akan memberitahukan ini kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ! Ketika orang tersebut sampai kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ternyata telah turun ayat, Abdullah Ibnu Umar mengatakan, "Aku melihat laki-laki tersebut berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu seraya mengatakan,"Wahai Rasulullah sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda (membacakan ayat), "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.? (QS. 9:65-66)
Maka Allah telah menjadikan, bahwa berolok-olok terhadap orang mukmin(karena syariat yang dia pegang) merupakan bentuk olok-olok terhadap Allah, rasul dan ayat-ayat-Nya. (Al-Lajnah ad-Daimah)
- Tanya: Bagaimana hukumnya mengatakan, bahwa kitab-kitab akidah adalah kering dan tidak sesuai untuk mendidik anak-anak di masa ini?
Jawab: Masalah ini perlu dirinci, jika yang dimaksudkan adalah al-Qur'an dan as-Sunnah (dalam buku tersebut), maka ini adalah riddah (murtad). Maka siapa saja yang mengatakan, bahwa nash al-Qur'an adalah kaku, kering, tidak sesuai untuk manusia dan tidak memberikan penjelasan apa-apa, maka berarti telah mencela dan mengolok-olok nash (ayat), ini merupakan keku-furan. Ada pun jika yang dimaksudkan adalah ucapan salah seorang ulama itu kering, maka urusannya lebih ringan dan tidak menyebabkan riddah (keluar dari Islam/murtad), namun ungkapan tersebut tidak sopan, cenderung berlebihan dan tidak selayaknya untuk diucapkan. (Syaikh Ibnu Baz)
- Tanya: Bagaimana hukumnya mempelajari filsafat, mantiq atau wacana (teori) yang didalamnya berisi olok-olok terhadap ayat-ayat Allah, apakah boleh duduk bersama mereka?
Jawab: Jika ia seorang yang berilmu, yakin terhadap diri sendiri dan tidak ada kekhawatiran akan terkena fitnah dalam hal agamanya baik melalui bacaan atau pun dialog dengan mereka, kemudian ia berniat untuk membantah atau meluruskan yang batil, menegakkan yang hak, maka boleh untuk mempelajarinya. Namun jika tidak demikian, maka tidak boleh mempelajarinya, tidak boleh bergaul bersama mereka sebagai suatu bentuk sikap menjauhi kebatilan dan pelakunya serta menjaga diri dari fitnah.
- Tanya: Bolehkah menggunakan ayat-ayat al-Qur'an untuk membuat perumpamaan sesuatu. Seperti mengumpamakan (rokok, red) dengan ayat, "yang tidak mengemukakan dan tidak pula menghilangkan lapar.?(QS. 88:7) Atau berkata (tentang tanah) dengan ayat," Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya, Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. (QS. 20:55).
Jawab: Tidak apa-apa membuat perumpamaan dengan ayat al-Qur'an jika penggunaan dan tujuannya adalah benar seperti contoh yang dikemukakan. Apabila dengan ayat-ayat tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan orang tentang bahaya rokok atau, bahwa manusia itu diciptakan dari tanah lalu akan kembali ke tanah dan dibangkitkan dari perut bumi, maka permisal-an seperti ini dibolehkan karena tidak adanya unsur berolok-olok dan menghina al-Qur'an. Namun jika perumpamaan yang digunakan adalah untuk mengolok-olok dan menghina al-Qur'an maka masuk dalam kategori murtad dari Islam, sebab telah menjadikan peringatan Allah sebagai bahan per-olokan dan permainan, sebagaimana firman Allah artinya, "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.? (QS. 9:65-66) (Syaikh Shalih al-Fauzan)
- Tanya: Bagaimana hukumnya orang yang memegang al-Qur'an lalu merobek-robeknya padahal ia tahu bahwa itu adalah al-Qur'an dan juga telah ada orang yang memperi-ngatkannya? Kemudian bagaimana pula dengan orang yang dengan sengaja mematikan puntung rokok pada mushaf al-Qur'an?
Jawab: Kedua orang itu dihukumi kafir, karena telah memperolok-olok dan menghina kitabullah, dan keduanya termasuk golongan mustahzi'in yang hukumnya seperti difirmankan Allah (QS. 9:65-66).
(Fatawa fi Man Istahza?a Biddin wa Ahlihi, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa)
Maka soal siapa yang paling benar (soal jenggot), orang yang berjenggot atau yang tidak berjenggot (maksudnya yang memangkas/memotong habis jenggot), saya memilih membenarkan berjenggot/memelihara jenggot sebagai yang paling benar. Wallahuallam.
Karena sungguh setiap perintah Rasulullah, sunahnya, mengandung keutamaan dan faedah yang belakangan baru diketahui. Dalam Riset yang sedang dikaji para ilmuwan Amerika dan Eropa, jenggot secara alamiah mengontrol kandungan minyak di wajah, jika tumbuh 1 helai jenggot, maka disekitarnya akan tumbuh jenggot halus disekitarnya dalam 1 helai jenggot menyerap lebih dari satu unsur yang menyebabkan wajah terlihat kusam (jenggot akan membuat wajah tidak terlihat kusam)
Saya sendiri mulai bisa menikmati berjenggot sebagai sugesti diri untuk berusaha lebih taqwa dan saleh. Dan menjadi instrumen yang semoga menghalangi dari kemaksiatan dan perbuatan dari dosa. Kan tidak lucu orang berjenggot apalagi jidat hitam masuk ke club/diskotik atau menggoda-goda ABG.
Kalau pun ada orang muslim berjenggot yang berbuat salah, maksiat dan dosa yang pasti jangan salahkan perintah Rasululah memelihara jenggot.(firmansyah lafiri)