.

.

Jumat, 27 Desember 2013

Hiburan di Rumah Saja, di Surga

FIRIBOOK, Jumat (27/12/2013) - Awal pekan ini, seorang staf keuangan sebuah dinas provinsi Sulsel menelepon untuk penyelesaian administasi/pembayaran project media relation yang dipercayakan kepada perusahaan saya, MQM Media Realtion & Publishing.

"Ih syukurlah pak, kami kira sudah keluar kota berlibur akhir tahun," ujarnya girang sembari menyodorkan setumpuk lembaran yang harus saya tandatangani. "Tidak kok bu..saya di rumah saja," sergahku pula. "Jadi mau dipakai apa yang ditandatanagni ini pak heheh.." balasnya lagi.


Saya sebenarnya tergolong pria rumahan. Tidak terlalu senang dengan kegaduhan (padahal saya orang yang tergolong gaduh kalau lagi mood berbicara kikikikikkk...) dan kerumunan. Entah karena trauma saya pernah hilang di pasar yang lagi ramai-ramainya atau memang bawaan gen dari bapak.



Mumpung lagi ingat. Iya..saya pernah "hampir" hilang di pasar Sila. Ikut sama ibu berbelanja, ibu keasyikan berbelanja tak sadar saya sudah tak mengikutinya. Saya sudah hampir mau teriak-teriak untungnya dari kejauhan ibu memanggilku. Beberapa menit momen itu benar-benar membuat panik dan lekat diingatan.

Saya kemudian sangat anti pasar, tak terlalu berselara ke mall (jika terpaksa di mall pilihannya menyepi ke toko buku). Sedangkan bawaan dari kebiasaan bapak bisa pula menjadi penyebab. Dari kecil saya sangat merasakan keasyikan bapak menikmati rutinitasnya.

Pulang dari sekolah/kantor, tidur siang sebentar, sore-sore ke sawah Tolo Kopa, hingga jelang magrib. Usai shalat santap malam, membaca sejenak lalu tidur lebih awal. Bangun shalat isya dan tahajud jam 3 pagi. Usai shalat subuh jalan-jalan lagi ke sawah, menyeruput kopinya, lalu ke sekolahnya.

Hampir-hampir saya tidak pernah melihat bapak bersemangat gabung di keramaian acara. Acara tahunan di kampung kami paling MTQ dan pertandingan bola dan voly di lapangan desa. Padahal aji kami mantan pemain band loh...

Belakangan saya menemukan alasan yang sedikit canggih soal karakter asli saya sebagai orang rumahan. Bahwa saya berpikir, sesuatu yang aneh jika sebagian kita (yang telah berkeluarga) selalu gelisah dan berencana untuk keluar rumah mencari hiburan.

Bukankah kita telah bertekad saat menikah dan berkeluarga untuk menjadikan rumah menjadi surga (baiti jannati) ? Apakah belum menjadi surga rumah kita ? Kalau rumah sudah jadi surga kenapa harus mencari hiburan lagi di luar surga ?

Bukankah di rumah ada hiburan mulia, berpahala, gratis dan tentunya menyenangkan dan berberkah yakni memiliki dan bercengkrama dengan suami/istri dan anak ? Masih kurangkah hiburan di dalam rumah sehingga kita perpayah-payahan dan bersusah-susahan mengumpulkan biaya dan menghabiskan energi dan menyita perasaan untuk perjalanan hiburan dan rekreasi di luar rumah. ?