Kolom Investasi
GONJANG-ganjing resesi ekonomi global diperkirakan masih belum berakhir. Investor maupun kaum akademisi ekonomi papan atas pun masih tak berani memberikan prediksi jangka panjang arah perekonomian global.
Mereka, selalu mengatakan kalau kondisi perekonomian global sedang berada di persimpangan jalan. Simpang antara kebangkitan ekonomi atau malah simpang menuju kebangkrutan global.
Investor kelas kakap, George Soros yang dituding sebagai dalang dibalik ambruknya ekonomi Asia Tenggara tahun 1997-1998 pun berbisik, krisis ekonomi global saat ini belum menunjukkan tanda-tanda telah mencapai titik terburuknya.
Jika resesi ekonomi global tahun 1929 memunculkan mahzab Keynesian yang melatarbelakangi lahirnya International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank), boleh jadi resesi global era milenium ini akan memunculkan suatu sistem ekonomi baru, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Stephen S Roach, Chairman Morgan Stanley Asia yang bermarkas di Hong Kong.
Terlepas dari semua itu, faktanya perekonomian global sedang membelakangi matahari alias malam yang berkabut pula. Tak ada satu pun yang bisa memastikan arah ekonomi global.
Lantas, bagaimana nasib investor-investor skala menengah ke bawah?
Kalau analis-analis alias cenayang ilmu ekonomi modern saja sudah tak mampu lagi memberikan ramalannya, kalau raksasa-raksasa ekonomi alias para Titan saja sudah jatuh ke Tartarus (jurang antah berantah dalam mitologi Yunani), tentu sulit bagi para masyarakat yang tersisa menentukan arah perekonomian global.
Apalagi, investor-investor 'kecil' cenderung mengekor pergerakan investor-investor raksasa, layaknya ikan-ikan di samudera luas selalu berlindung di belakang ikan-ikan besar.
Kalau sudah begini, prinsip paling purba dalam berinvestasi kembali menjadi perhatian, yakni bagaimana menempatkan telur-telur yang anda punya tidak dalam satu keranjang.
"Prinsip itu masih berlaku dan akan terus berlaku," ujar Head of Research PT Paramitra Alfa Securities, Pardomoan Sihombing.
Malah, Pardomoan menambahkan satu kalimat tambahan, yakni bagaimana supaya investor bisa memiliki telur dengan jenis yang berbeda-beda untuk ditempatkan secara aman dalam keranjang yang berbeda-beda pula.
"Saat ini kan produk investasi ada banyak sekali pilihan. Justru dengan adanya krisis ini, investor yang masih mau mendapatkan return yang bagus, mau tidak mau harus melakukan penataan investasinya," ujar Pardomoan.
Pardomoan mengatakan, harus diakui bahwa sebelum terjadinya krisis banyak sekali investor yang melupakan prinsip purba tersebut.
Menurutnya, investor masih banyak yang menanamkan investasinya hanya pada satu produk saja seperti saham atau produk-produk lainnya.
"Bagi investor yang berniat masuk untuk jangka panjang, melakukan penataan portofolio sangat penting. Misalnya, selain membeli saham, ia juga membeli obligasi atau produk-produk lainnya.
Tentunya dengan perhitungan komposisi portofolio yang sesuai bagi kemampuan dan karakter masing-masing investor, supaya dia tetap bisa mendapatkan return dalam kondisi seperti ini," jelas Pardomoan.
Meski ia menilai prospek investasi di saham masih sangat bagus untuk jangka panjang, namun ia tetap menganjurkan pentingnya membagi tingkat resiko dengan berinvestasi di produk-produk lainnya.
"Saham secara umum masih bagus. Apalagi dalam kondisi seperti ini. Justru ini sebenarnya hal yang langka, hal yang belum tentu terjadi lagi dalam 10-20 tahun ke depan, dimana harga-harga sudah sangat murah," ujarnya.
Malah, ia mengimbau pada para investor domestik agar memanfaatkan kesempatan langka ini untuk berbondong-bondong masuk ke pasar modal. Tujuannya, agar tidak terus menerus dikuasai dan mengekor pada investor asing.
"Krisis ini kan menyebabkan terjadinya krisis likuiditas yang disebabkan oleh cabutnya pemain-pemain kelas besar yang kebanyakan asing. Justru di saat harga sedang murah seperti sekarang, ini sebenarnya kesempatan bagi investor lokal untuk masuk dan menguasai market," ujarnya.
"Meskipun trennya masih menurun. Tapi kalau melihat fundamental saham-saham di pasar modal Indonesia masih banyak yang menjanjikan return yang baik kok. Tinggal bagaimana investor melakukan seleksinya saja," imbuhnya.
Tak hanya investor jangka panjang. Investor yang memiliki karakter bermain jangka pendek pun masih memiliki kans yang besar dalam kondisi pasar modal yang sedang diambang, entah itu kebangkitan atau malah semakin buruk.
"Kalau kita lihat sekarang, pemain-pemain jangka pendek cukup banyak. Meski pun mereka cenderung hit and run. Kalau diperhatikan, pemain jangka pendek rata-rata naik dua hingga tiga poin saja langsung keluar," ujarnya.
Kendati demikian, Pardomoan menganjurkan strategi hit and run pemain jangka pendek tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Menurutnya, dalam kondisi pasar modal yang sedang tidak menentu ini, bermain jangka pendek memiliki risiko cukup besar.
"Bermain jangka pendek dalam kondisi seperti ini membutuhkan pengalaman yang cukup, terutama dalam membaca karakter pemain-pemain lainnya. Gaya bermain seperti ini sebaiknya dilakukan oleh investor-investor kelas intermediate dan advanced, terutama dalam kondisi seperti ini," jelasnya.
"Menjadi pemain jangka pendek dalam kondisi seperti ini, membutuhkan kemampuan membaca tren yang cukup jeli dalam waktu cepat. Sebab, fluktuasi pasar masih cukup tinggi, sehingga jika salah perhitungan bisa rugi besar. Jadi ini bukan taktik yang cocok bagi semua pemain, hanya bagi mereka yang memiliki kemampuan," imbuhnya.(fir)