Di Balik Rencana Kongsi Erwin Aksa-Tommy Winata (2-habis)
CEO Bosowa Corporation Erwin Aksa menuturkan sejumlah penjelasan seputar rencana kerja sama yang akan direalisasikan dengan taipan muda pemilik usaha Artha Graha Grup, Tommy Winata (TW).
Di lobi ruang tunggu VIP Bandara Hasanuddin, pengusaha muda yang sedang bersemangat mengembangkan sayap usaha Bosowa itu, dengan penuh optimis menguraikan rencana sinergi itu.
Apa yang menjadi latarbelakang dari rencana kerja sama itu?
Pangan dan pakan saat ini menjadi isu dunia. Secara global tengah mengalami masalah krisis. Nah...Indonesia begitu besar tanah dan penduduknya serta merupakan negara agraris. Tapi, itu semua tak dikembangkan dengan baik.
Kita Bosowa dengan Foundation ingin menjadikan sebagai isu di masyarakat dan pengusaha untuk menjaga ketahaan pangan khsusunya di Indonesia timur.
Beberapa bulan lalu kita (Bosowa) sudah sinergi dengan departemen pertanian untuk mengelola Balai Pangan di Maros. Kerja sama itu memungkinkan Bosowa berkontribusi dan memberikan sumbangan teknologi serta mengajak peneliti seperti dari Cina, yang kita datangkan bersama TW.
Obsesi apa dibalik sinergi tersebut?
Kita ingin menjadikan Sulsel yakni Maros dan Makassar sebagai pusat penelitian hibrida di Intim. Dan mudah-mudahan dengan penelitian yang dilakukan dapat mengangkat produksi pangan dan pakan untuk industri.
Apa peran dan mengapa TW yang diajak kerja sama?
Peran TW membuat balai penelitian di Maros, seperti yang telah dilakukannya di Lampung. Kita nilai ia telah sukses di sana (Lampung) mengembangkan bibit padi hibrida dan kebetulan ia ingin kembangkan di Intim.
Model dan pengelolaan balai penelitiannya yang ingin kita contoh. Penelitian harus didukung oleh financial agar bisa berkembang, itu dilakukan TW dengan menjual bibit Rp 50 ribu/kilo, tapi sektar Rp 4.000 dicadang untuk penelitian bibit unggul padi bagi masyarakat.
Ini bagian dari ekpansi Bosowa di sektor agribisnis?
Begini, untuk kerja sama ini Bosowa tak akan produksi tapi masyarakat, walau nantinya bisa kolaborasi. Kita sediakan bibit dan petani memproduksi lalu kita beli dan jual kembali produksinya.
Tapi itu bukan hal yang utama kita pikirkan, sekarang kita undang dulu ahli dari Cina untuk melihat apakah mereka mau mentrasfer ilmunya, kalau mau maka Sulsel menjadi tempat untuk meneliti seluruh kepentingan hibrida di Indonesia.(firmansyah)