ulasan hamid paddu
PENGENAAN pajak dengan rencana kenaikan 10 persen tentunya patut sadari sebagai upaya pemerintah melindungi masyarakat dari mengkonsumsi sesuatu yang moral hazard selain memiliki dampak terhadap kesehatan.
Jika pengenaan pajak itu ditolak oleh sejumlah kalangan selama ini dengan alasan mengganggu industri rokok maupun industri terkaitnya, saya pikir tak akan memberi dampak langsung dalam jangka pendek.
Karena meskipun harga rokok akan naik tapi masyarakat tetap akan membeli rokok namun secara bertahap akan berkurang.
Maka pabrik rokok juga harus dipersiapkan secara bertahap untuk ditransformasi berubah menjadi industri lain sehingga pabrik tetap berfungsi dan tenaga kerja tetap digunakan.
Hasil pajak memang sebaiknya diperuntukkan untuk membiayai infrastruktur kesehatan dan pendidikan di daerah.
Hasil pajak tersebut dibagi-bagikan ke daerah, yang selanjutnya daerah menggunakan khusus untuk membiayai infrastruktur.
Memang ada beberapa persoalan teknis administrasi yang harus diselesaikan untuk implementasi pajak rokok ini.
Pajak ini memang akan ditanggung oleh pembeli melalui kenaikan harga. Hanya saja jika pajak dikenakan di pabrik maka yang menjadi tantangan adalah bagaimana membaginya ke daerah, dasar apa yang digunakan.
Opsi cukai rokok untuk pusat dan pajak 50 persen untuk provinsi dan 50 persen untuk kabupaten/kota, saya pikir cukup proporsional bagi kepentingan masing-masing.
Tapi saya malah sepakat jika tarif pajak rokok ini ditentukan tarif maksimumnya 25 persen dan minimum 10 persen, implementasinya tergantung daerah.(fir)
* Hamid Paddu, ekonom dari Unhas