.

.

Kamis, 24 Oktober 2013

Berhaji Saat Tepat Berhenti Merokok

Firibook, Kamis (24/10) - Ehh...datang mi jamaah haji. Selamat datang kembali di Tanah Air, Sulsel. Apa oleh-oleh Anda. Apa yang berubah dari perilaku, ucapan, kebiasaan setelah sebulan di Tanah Harom.

Tentang oleh-oleh, tentang perubahan tersebut, saya teringat saat menunaikan haji 2010 lalu dengan sadar merancang oleh-oleh terbaik untuk diri dan keluarga, perubahan kecil yang semoga berdampak pada kebaikan yang lain. Yakni berhenti merokok.

Pikiran saya saat itu, kalau pun sepulang dari haji saya tak mampu menjadi muslim dan sosok yang Islami (ya kayak rajin shalat berjamaah gitu), minimal kemabruran hajiku bisa bisa saya rasakan sendiri dengan tidak merokok.


Hahaha...apa lagi ini, bikin-bikin sendiri ciri haji mabrur.

Bagaimana tidak, saya cukup khawatir karena sebelum berhaji saya tidak memiliki tradisi kesholehan yang kental. Akhlak dan kecerdasan sosial pun masuk kategori biasa-biasa saja. Wawasan beragama pun apa adanya.

Yah...bukan skenario saya, bagaimana bersama istri hanya sebulan terbesit ide/niat memanfaatkan kelimpahan rejeki saat itu untuk dipakai berhaji. Daftar dua pekan sebelum tutup pengurusan haji, eh..langsung lolos tak pake antre-antrean.

Saat transit di Jakarta, saya mengajak bapak-bapak rekan serombongan travel untuk juga mengukuhkan tekad stop merokok memanfaatkan moment bersejarah sekali dalam seumur hidup ini untuk berhenti merokok.

Apalagi saya dan beberapa bapak memiliki pengalaman yang sama, yakni sudah 3, 6 kali dan berkali-kali mencoba berhenti merokok tapi semuanya gagal. Sepeleh sih..tekad ini tapi bagi perokok tentunya ini sangat sesuatu gitu....

Alhamdulillah ada 2-3 bapak yang mau gabung untuk bersama-sama jika tiba di Tanah Haram langsung mengharamkan kebiasaan merokok itu. Lagi pula memang diharamkan kok merokok di Saudi Arabia.

Seorang bapak dari Kaltim tampak serius bersama saya mengeluarkan dan membuang stok rokok yang direncanakan untuk dinikmati di Makkah. Dari diskusi kami pun terungkap untuk menjadikan air zamzam sebagai obat untuk terapi stop merokok kami.

"Iya ya Allah dan Rasulullah sudah menggaransi, menjamin dan memastikan air zamzam bisa menjadi obat yang muzarab untuk segala penyakit dan doa kita. Masa kita tidak percaya sama janji Allah dan Rasul ya...," ujarku.

Benar saja..ujian pertama kami saat tiba di Jeddah, ketika menunggu berjam-jam proses keimigrasian dan bus pengantar ke Makkah kami berjibaku dengan godaan untuk menghisap dan meminta rokok pada rekan jamaah lain.

Apalagi menu makanan mulai rada-rada aneh... bikin mual. Harusnya hisapan rokok ampuh menjadi obat mualnya.

Dari Jeddah kami langsung menunaikan umrah di Masjidil Haram pada hari pertama kami tiba di Makkah. Itu pula saat pertama kami meneguk air zamzam sembari (salah satunya) meniatkan sebagai obat pembersih nikotin dalam darah dan menghilangkan keinginan untuk merokok.

Selanjutnya saban hari usai menunaikan tawaf harian di baitullah atau ada kiriman air zamam di hotel, saya selalu meminumnya dengan niat sebagai pengilang ketergantungan pada rokok. Alhamdulillah selama di Tanah Suci tidak ada sedikit pun menyentuh dan tertarik untuk merokok.

Walau usai haji dan menunaikan rukun arbain di Madinah kami (saya dan satu bapak) kukuh tak merokok. Padahal udara Madinah yang cenderung sejuk ala puncak Bogor atau Malino di Sulsel harusnya sangat-sangat enak dan nikmat untuk menghisap rokok.

Dji Sam Soe dan Marlboro yang sangat cocok dengan cuaca sejuk itu. Betapa nikmat rekan jamaah satu travel kami menikmatinya, dihisap dalam-dalam sembari menikmati suasana Kota Nabi itu. Dan saya berdua bergeming, kokoh dengan niat itu.

Di Madinah (atau di Makkah ya...?) pula saya berkesempatan mendapatkan dakwah jalanan yang sangat membekas, terkait merokok itu. Tentunya secara tak sengaja. Pikirku belakangan.. Allah mengirimkan hikma, ilmunya.

Pagi itu usai sarapan di hotel kami menginap, Movepick Hotel., seperti biasa bapak-bapak menikmati hisapan rokok itu.

Sekonyong-konyong gerombolan kami didatangi seorang berpenampilan syekh gitu... lalu berbicara dihadapan kami, tentunya dengan berbahasa Arab lah... Kami terbengong-bengong dan ia usai berbicara langsung meninggalkan kami.

Kami pun sigap menanyakan terjemahan dari seorang staf pembantu/pendamping Travel yakni mahasiswa Indonesia yang belajar di Madinah. Kurang lebih dijelaskan ucapan "sang syekh" tadi, "Bagaimana bisa dan tega kalian menyebutkan nama Allah dan Rasul dari mulut kalian yang menikmati dan berbau karena sesuatu yang diharamkan Allah dan Rasul."

Lalu sontak rekan-rekan protes, ah masa haram...na banyaknya ustad dan kyai yang merokok. What ever-lah dengan gerutuan dan bantahan itu ucapku lirih di hati. Yang penting saya tertampar dengan ucapan sosok berjubah putih itu.


Hingga setelah kembali Tanah Air dan kini sudah 3 tahun dan diwaktu yang sama saat kepulangan jamaah haji sekarang..saya selalu ingat dengan "perjuangan" itu. Sudah tidak pernah lagi tergoda mengulangi perbuatan pendholiman diri dan keluarga yang makruh itu, dan ulama MUI memfatwakan haram kebiasaan tersebut.

Jika pun ada godaansekarang untuk merokok lagi, saya teringat dan menjadikan berhentinya saya merokok ini sebagai syiar, ya syiar dan bukti akan kemudzaraban air zamzam seperti yang dijanjikan Allah dan Rasul. Sebagaiaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Air zamzam itu sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya.” [HR. Ibnu Majah].

Dan Ibnul-Qayyim rahimahullah, seorang ulama dan dokter telah membuktikan mujarrabnya air zam-zam menyembuhkan berbagai penyakit, beliau berkata, “Sesungguhnya aku telah mencobanya, begitu juga orang lain, berobat dengan air zamzam adalah hal yang menakjubkan. Dan aku sembuh dari berbagai macam penyakit dengan ijin Allah Ta’ala.”

Ya..saya pun telah membuktikannya anugrah Allah, mukzizat Ismail itu...

Benar saja, banyak dampak positif dengan berhentinya saya merokok. Baik dari aspek kesehatan, belanja keluarga, psikologis dan kejiwaan, sosial dan pergaulan maupun spiritualnya. Tunggu di note selanjutnya hahahah....(@firlafiri)