Firibook, Selasa (22/10) - Memang kita perlu sakit, perlu merasakan musibah, perlu terhimpit kesulitan dan harus pula merasakan kesempitan. Karena akan ada banyak hikmah dan pelajaran di balik semua itu, yang tak bisa dirasakan dari sekadar membaca dan mendengarkan cerita.
Sebenarnya beruntung memang bagi yang pernah mengalami dan melewati etape yang tak mengenakan tersebut. Keberuntungan itu tentunya bagi yang mengambil hikmah dan pelajaran.
Selasa ini, hari ketiga saya dan keluarga menemani istri di ruang perawatan RS Wahidin, Makassar. Sabtu pekan lalu, istri tersiram air panas yang dimasaknya.
Sudah hampir 8 tahunan kami menikah, dengan kejadian ini saya baru merasakan menyuapi, memandikan hingga menceboki istri. Indah nian pengalaman ini....
Saking indahnya pengalaman ini menjadi cerita yang sulit saya bahasakan. Tiada kata yang bisa menggambarkannya. "Pa...ndak bisa ma mama berdosa saya qta sekarang," bisiknya saat saya mencebokinya.
Saya dan istri bisa merasakan pengalaman lebih awal untuk saling merawat. Seorang bapak pensiunan yang telah renta sekamar perawatan istri, juga terlihat dengan kasih sayang merawat istrinya yang patah kakinya.
Kami berbagi cerita merawat istri kami.....
Di rumah, dua putri kami mendapatkan pelajaran kemandirian. Sang kakak mulai lebih bisa mengayomi adiknya. Pagi sudah bisa bangun dan sigap mengurus sendiri perlengkapan sekolah dan bekalnya. Sang adik sudah tak begitu cengeng mengadukan ini dan itu keusilan kakaknya.
Mereka sudah bisa merasakan kalau mamanya tidak ada dan tak bisa mengurus kebutuhanya. Saya jadi kepikiran dan teringat status-status memilukan saudara Muhary WM mengurus putri-putrinya pasca meninggal istrinya.
Sebenarnya bukan kali pertama sih..mereka berdua kami tinggalkan. Saat kami menunaikan haji, mereka tinggal bersama almarhum neneknya sebulan penuh.
Bagi istri, pengalamannya dirawat di rumah sakit ini terasa sedikit menyedihkan karena tiada lagi ibunya (mertua saya) yang merawat dan menjaganya. Saudara-saudaranyalah yang bergantian dengan saya menjagai di rumah sakit.
Bagi saya, ini pengalaman pertama pula menjagai keluarga sakit setelah tidak berstatus sebagai karyawan. Kini tidak ada lagi beban dan pikiran seperti ketika bapak saya jaga/rawat ketika masih menjadi jurnalis.
Fokus mengurus bapak saat itu harus rela disita oleh pekerjaan dan desakan pimpinan untuk segera masuk kantor. "Bagaimana kalau semua keluarga masing-masing wartawan sakit, ndak terbit ki ituee koran...," teringat banget kata-kata itu.
"Ada untungnya pa di ndak kerja ki lagi..." ucap istri. Iya tidak ada lagi rongrongan telpon. Sekarang saya malah memboyong pekerjaan project advertorial sejumlah dinas dan badan lingkup Pemprov Sulsel ke rumah sakit.
Semoga musibah ini menjadi kebaikan bagi kita sekeluarga. Menurut Syeikh Abdul Qodir Jaelani ada 3 jenis musibah dan cirinya:
- Musibah yang merupakan balasan dari dosa dan maksiat, cirinya adalah keluh kesah dan tak sabar serta penuh derita.
- Musibah yang merupakan pengampunan dosa dan kesalahan, tandanya kita bisa menjalani dengan sabar.
- Musibah yang merupakan pengangkat derajat ditandai keridhoan, ketenangan, ketenteraman terhadap kehendak Allah, Rabb langit dan bumi.(@firlafiri)
