.

.

Senin, 30 September 2013

Beridiologi Syariat.....


Firibook, Senin 30/9 - Hmmm...30 September lagi rupanya, Hari Kesaktian Pancasila. Sebagai murid baik-baik di usia sekolah dari SD hingga SMA saat Rezim Soeharto berkuasa, saya dan kita semua tentunya yang anak sekolahan era itu termasuk yang bangga dengan Pancasila dan hobi menunggui penayangan film G30S PKI di TVRI.


Yah...seperti anak sekolahan kebanyakan saat itu, seluruh Pasal dan ayat dalam UUD fasihkan kita hafal ?. Demikian pula butir-butir GBHN, Repelita dan seabrek materi lain dalam pelajaran PMP dan P4. Apalagi dengan menteri-menteri tiap kabinet, hingga lagu wajib dan lagu nasional pokoknya lancar deh diucapkan dan dinyanyikan.

Butir ke 4 sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradap saya ingat..... yakni Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. Hahahaha...lancarkan ? Tepa seliranya saya ingat. Kata dari bahasa apa ini. Memangnya tidak ada kata dalam bahasa Indonesia yang lebih mudah dimengerti..?

Ah jadi ingat pula julukan saya kepada rekan kerja dan teman kuliah dulu sebagai sosok P4...Itu jika mereka terlalu sopan santun, bertata krama dan tutur katanya sangat sesuai dengan 45 butir pengamalan Pancasila.

Perubahan mulai terasa terhadap Pancasila saat kuliah ketika mulai aktif melibatkan diri dalam riak-riak Reformasi. Saat pergerakan Reformasi, semua elemen mahasiswa menjadikan Pancasila sebagai olok-olokan.

Gimana gak diolok lah...rezim dengan doktrin Pancasilanya yang kental malah menyengsarakan rakyat, semaunya dalam urusan politik, beragama dibatarasi dan sewenang-wenang menguasai perekonomian. De el el deh....

"Ekonomi Ya..ya..ya, Pancasila Ah Teori...." Pernah turun bersama kawan-kawan FOSIS UPPM UMI ke jalan dengan menenteng poster/tripleks bertuliskan itu (tuh....diatas fotonya). Sejumlah media lokal Makassar memuatnya tapi menghilangkan/sensor tulisan itu.

Kepercayaan dan kebanggaan terhadap Pancasila benar-benar di titik nadir.

Metamorfosa terhadap Pancasila kini masih terjadi setelah pergaulan dan passion baru saya dalam beragama. Jadikan Islam sebagai satu-satunya idiologi, keyakinan dan paham. Saya memilih menganut idiologi, meyakini ajaran dan paham yang diturunkan Allah dan diajarkan Rasulullah.



Minimal tak menerima dalam hati doktrin-doktrin duniawi itu, dan menghadirkan rasa berat/menyempitkan dada dari hukum yang tidak sesuai syariat atau bukan dari Allah dan Rasul.....

“Maka demi tuhanmu, mereka TIDAK BERIMAN  hingga menjadikan engkau sebagai hakim terhadap berbagai persoalan yang terjadi diantara mereka kemudian mereka tidak menemukan rasa berat pada diri mereka terhadap apa yang engkau putuskan dan mereka menerimanya dengan lapang dada.” (QS. An-Nisa: ayat 65)

"Keras sekali paham ta aji, Pancasila juga sesuai kok dengan Islam..." ujar seorang kawan. Eng ing engg....(*)