.

.

Kamis, 31 Maret 2011

Shalat Pun Jadi Mudah Khusuk

The Magic Power of Haji (4)

SAYA termasuk yang belum paham benar bagaimana sebenarnya shalat yang khusuk dan sadar secara pengalaman belum terbiasa mengalami suasana khususk.

Khusuk dalam tingkatan tertinggi mungkin seperti kisah Syadina Ali AS yang tak merasakan busur dicabut dari tubuhnya ketika tengah melaksanakan shalat.



Atau pengertian dari pelatih dan motivator shalat khusuk Abu Sangkan bahwa shalat yang khusuk adalah shalat yang menghadirkan diri di hadapan Allah.


Telah menjadi kebiasaan kita selama ini, tubuh kasar melakukan gerakan dan mengucapkan bacaan shalat tapi jiwa dan hati serta pikiran melalang buana kemana-mana ke kantor, ke mal, ke tempat hiburan dan lainnya.

Kita tidak sadar shalat yang kita lakukan tiba-tiba selesai hanya dalam sekian menit.

Sebenarnya tanpa berbekal pemahaman yang terlalu memadai tentang shalat khusuk dan tanpa pengalaman pernah menikmati kekhusukan shalat saya berpendapat tak masalah bagi kita untuk menunaikan ibadah haji.

Karena atmosfer dan energi di Tanah Suci sungguh memiliki kekuatan yang mampu menghantar kita untuk bisa merengguh kekhusukan shalat, berzikir hingga mengaji.

Ibarat kita menggunakan ponsel, kita tak perlu harus mengerti bagaimana teknologinya bisa membuat dua orang berbicara secara mobile. Yang akhirnya kita hanya diminta untuk peka dan membiasakan diri untuk menikmatinya, demikian pula khusuk.

Kita tanpa alasan dan tak sadar akan sering kali menitikkan air mata dan tersungkur bersujud saat shalat dan berdoa di masjidil haram dan masjid nabawi. Allah benar-benar hadir melihat kita shalat dan berdoa.

Apakah itu khusus yang dimaksud? Yang jelas kenikmatan tak tertuturkan ketika kepasrahan sebagai hamba dan pengagungan Allah sebgai pencipta dilakukan.

Nikmat itu direnggut dan dikentalkan dalam memori dan terekam di bawah sadar. Belum lagi aroma kakbah yang semerbak harumnya yang khas turut menghantar dan menciptakan shalat dan doa yang khusuk.

Secara teori .... sesuatu kenikmatan atau kepedihan jika semakin dirasakan maka akan semakin menggumpal.

Mungkin kondisi ini pula yang mensugesti ketika sepulang dari haji, dan melakukan ibadah akan lebih mudah bagi kita untuk kembali menyelami kenikmatan khusuk.

Memori sadar dan bawah sadar kekhusukan itu dimunculkan kembali. Atmosfer, aroma, suasana, hingga tehel Masjidil Haram dan Nabawi hadir di benak dan mengantar kita untuk khusuk (tenang dan fokus) menjalankan ibadah shalat maupun tadarus.

Wajarlah jika kita melihat keluarga dan orang tua kita semakin bahagia sepulang dari haji. Karena energi kebahagiaan semakin sering mereka akses minimal di setiap shalat fardunya.

Jadi teringat Rasulullah pernah berkata "Beruntunglah (berbahagialah) orang yang khusuk shalatnya."

Kebahagiaan akan membawa kita pada kesuksesan, sebaliknya kesuksesan memiliki harta berlimpah, jabatan yang tinggi, istri yang cantik tak menjamin kita bahagia.(fir)