
Di kebun kurma, Madinah
TANYAKAN kepada orang-orang yang telah menunaikan haji perihal rejekinya atau yang sekadar baru berniat dengan sungguh-sungguh disertai tindakan untuk berhaji?Akan banyak cerita yang dijamin semakin memotivasi dan menyemangati Anda agar segera berhaji.
Seorang teman satu rombongan bercerita tak cukup waktu sepekan bagi dirinya mengumpulkan uang untuk biaya berhaji untuk dirinya dan istrinya dengan total Rp 130 juta.
Padahal sepekan sebelum tenggak waktu terakhir untuk penyetoran biaya haji, ia mengaku sama sekali tak memiliki uang atau alokasi khusus yang disiapkan untuk biaya haji.
"Entah bagaimana pak sungguh diluar akal sehat, para mitra dan klien proyek konstruksi saya seperti mereka janjian dengan secara bersama-sama untuk membayar tunggakan dan utangnya kepada saya," urai rekan itu bersemangat dan tersenyum gembira sembari bening air matanya terlihat mengucur pelan-pelan di pipinya.
Saya sendiri bersama istri merasa memiliki cerita yang tak kalah ajaibnya. Sebagai pasangan jamaah yang paling muda dari rombongan itu rasa-rasanya belum saatnya kami bisa berhaji apalagi dengan ONH plus.
Jabatan di kantor masih tingkat menengah demikian pula istri sebagai PNS baru golongan menengah dan tak menduduki jabatan apa-apa. Sudah itu kami baru-baru membeli (tentunya secara kredit) mobil kedua dan dua rumah sekaligus.
Ironisnya di bulan penyetoran biaya haji kami mengalami kerugian bisnis bernilai puluhan juta dan sampai sekarang masih berhutang. Mengumpulkan dua gaji kami tentunya sangat jauh dari cukup untuk sekadar membayar tunggakan bulanan kredit saja, apalagi boro-boro dialokasikan untuk berhaji.
Namun kekuasaan Allah berketetapan lain, kami merasa kemudahan urusan dan rejeki berupa orderan dari jasa dan bisnis kami seperti air bah yang datang mengalir dengan derasnya.
Seorang rekan bisnis saya yang lebih dulu berhaji juga punya cerita kesuksesan. Ia menuturkan bisnisnya makin berkembang dan karirnya pun makin meningkat dengan gaji yang semakin besar.
Orang tua di kampung memiliki cerita yang sama dan telah mereka buktikan. Katanya, perasaan memiliki kesulitan keuangan keluarga pasca berhaji paling lama hanya sampai tiga bulan, selanjutnya bersiaplah menuai rejeki yang satu per satu mulai berkecambah dan pintunya terbuka.
Mengapa rejeki orang yang berhaji makin mudah dan berlimpah?
Ternyata selain karena balasan Allah atas sedekah yang kita keluarkan (baca: The Magic Power of Haji bag 1) dan jawaban Allah mengabulkan doa yang dipanjatkan di Tanah Suci (baca: Doa Akan Dikabulkan).
Juga ternyata karena secara ilmiah sesuai dengan methode dan konsepsi Neuro Linguitik Program, hukum The Low of Attraction dan Quantum ikhlas, seorang yang telah berhaji memungkinkan untuk semakin mudah mengakses gelombang rejeki, kebaikan, dan keajaiban dari semesta/Allah.
Sebab menunaikan berbagai ritual dan prosesi ibadah di Tanah Suci sangat nikmat (baca: Khusuk Beribadah pun Makin Mudah) karena kita mudah untuk merengguh kekhusukan.
Kekhusukan beribadah di Tanah Suci itulah yang terekam di bawah sadar dan memori untuk bisa dengan mudah dinikmati lagi saat shalat, berzikir dan mengaji di Tanah Air.
Bukankah menurut Erbe Sentanu kekhusukan itu merupakan kondisi sangat rileks dan menyenangkan yang gelombangnya disebut sebagai gelombang ikhlas atau gelombang Alfa (kalau tak salah).

Melontar jumrah, Mina.
Gelombang inilah dalam buku quantum ikhlas diulas sebagai kondisi terbaik untuk berdoa dan mengharapkan keberlimpahan dan kebaikan. Karena gelombang ini selaras dengan gelombang semesta atau gelombang Allah.
Bukankah rejeki mudah didapat hanya bagi orang yang suasana hati dan pikirannya bahagia dan tenang. Mana ada kebahagiaan dan rejeki datang bagi orang yang gemar marah-marah, khawatir, gelisah, takut dan berprasangka.
Coba lihat orang yang suka marah dan mengeluh tak banyak memiliki teman dan tak nyaman untuk didekati. Begitu pun rejeki akan enggan mendekatinya.
Orang-orang yang tak khusuk atau tak ikhlas yang kerjaanya marah dan mengeluh sangat lekat dan akrab dengannya masalah. Karena memang mereka selalu menjadikan sesuatu yang mereka lihat dan rasakan sebagai masalah dan bencana.
Bukan begitu, benar atau benar...h e he he...
Dari aspek perilaku pun seorang yang telah berhaji makin giat dan menjadi terbiasa bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas. (Baca: Membuat Makin Giat Beribadah dan Bekerja)
Bukankah jika kita dalam keseharian menunaikan pekerjaan dan mencari nafkah menerapkan pola kerja keras, cerdas dan ikhlas akan menjamin kesuksesan karier, perkembangan bisnis (rejeki) dan kemuliaan di hadapan manusia dan Allah.
Seorang yang berhaji menjadi terbiasa bekerja keras karena dengan niat yang kuat untuk berhaji menjadi energi yang tak habis dan membarakan semangat untuk mencari dan mengumpulkan rejeki sebagai biaya dan bekal berhaji.
Selama sebulan lebih di Tanah Suci pun menjadi arena latihan untuk tabah, sabar dan teguh menunaikan perintah dan kesabaran dan sikap ngotot itu pulalah yang membuat orang yang telah berhaji menjadi sangatlah aneh jika menjadi pemalas dalam bekerja dan mencari rejeki.
Oh ya soal apa dan bagaimana bekerja dengan keras, cerdas dan ikhlas di atas penulis rekomendasikan untuk membaca buku "Kubik Leadership" karya Jamil Andjaini.(*)

Istri, dr Erny Mayasari di sela melontar jumrah