Firibook, Kamis (11/7) - Seorang teman pengusaha muda menyapaku usai
menunaikan shalat Ashar di sebuah masjid di bilangan Boulevard, kemarin.
Seperti biasa sesama pebisnis pemula (ciee...maunya tuh) sapaannya
tentu saling menanyakan perkembangan bisnis masing-masing.
Lalu selanjutnya mengalir cerita seputar peluang bisnis dan investasi yang menggoda. Saya tak terlalu
merespon gempita cerita rekan itu. Saya kembali sadar ada yang berubah
di diri saya akhir-akhir ini, terkait ambisi berbisnis dan berinvestasi.
Itu terutama sejak bergabung di komunitas Indonesian Islamic Bussines
Forum (IIBF). Rasanya hasrat berbisnis dan berinvestasiku tak lagi
semenggebu-gebu dulu.
IIBF menekankan pada misi untuk
mengembangkan pebisnis yang berusaha dan kaya tanpa riba. Keberkahan
dari berbisnis dan memiliki kekayaan yang menjadi fokus komunitas ini.
Virus Yusuf Mansyur pun turut menjangkiti.
Sungguh berbeda
dengan kegairahan saya usai mengikuti pelatihan menjadi pengusaha dari
sebuah komunitas yang memproduksi entrepreneur. Saya berapi-api untuk
berbisnis dan kaya dengan segala cara yang diajarkan.
Sebut
misalnya strategi goreng rekening, gunakan kartu kredit sebagai modal,
beli property tanpa uang dapat uang, berkebun emas dan lainnya.
Ahh...sesak dada mengenang itu. Dulu teringat pernah berangan-angan dan
berambisi untuk miliki ruko dan banyak property, segudang emas dan aset,
dan seabrek keranjang investasi.
Orientasi melejitkan bisnis
dan kekayaan dengan instant dan otak kanan (katanya...) saya sih
belakang sadar itu ma dengan otak ngibul, otak tipu muslihat. Tak ada
lagi ambisi itu kawan, kalau pun kelak saya miliki bisnis dan investasi
yang besar, kekayaan yang banyak saya yakin itu bonus dari Allah.
Walau sebenarnya saya bersyukur dan berterima kasih kepada komunitas
tersebut karena membangkitkan spirit saya untuk menjadi pebisnis, virus
dari mereka telah menggelisahkan saya untuk mempensiunkan diri dan tobat
profesi lebih dini, tentu dengan membabi buta tanpa persiapan dan
rencana matang (tunggu cerita tentang ini selanjutnya...).
Ya...kini saya beranggapan bisnis itu tidak boleh lagi menjadi tujuan
utama dan mendominasi pikiran dan tindakan keseharian. Bisnis hanya
sebagai alat semata. Yang utama dibenak pikiran dan aktivitas yakni
berusaha menegakkan ayat-ayat Allah (beribadah, berakhlak) dan membantu
agama Allah (berdakwah).
Bisnis dan kinerja/keuntungan hanya
sebagai bonus Allah dari fokus dan perhatian kita beribadah, berakhlak
dan berdakwah. Tentunya penuturan saya ini selalu didebat habis-habisan
oleh rekan2.
Dalil teman-teman saya biasanya seperti
"Berbisnis juga ibadah pak aji..." (tapi kok saat adzan ndak bergegas ke
masjid), "Kejarlah dunia seakan kita hidup selamanya" (karena kita
bakal hidup selamanya makanya nyante aja berurusan dengan urusan
dunia...hidup masih lama lagi...kikikikik).
Mari berbisnis dan kaya dengan keridhoaan Allah dari ibadah, akhlak dan dakwah yang kita tunaikan.(*)