FIRIBOOK - Suat ketika saat senja mulai menghampiri..tiba ada kiriman broadcash BBM melalui Blackbery seri termurah yang ku miliki. isinya seputar ayah. Ini isinya:
Arti Ayah di kehidupanmu..
Bagi seorang yang sudah dewasa, yang sedang jauh dari orangtua, akan sering merasa kangen dengan Mamanya. Bagaimana dengan Ayah? Mungkin krn Mama lbh sering nelpon utk menanyakan keadaanmu. Tp tahukah kamu, jika ternyta Ayah lah yg mngingatkan Mama utk mneleponmu ?
Saat kecil, Mamalah yg lebih sering mendongeng. Tp tahukah kmu bhw sepulang Ayah bekrja dgn wajah lelah beliau slalu menanyakan pd Mama, apa yg kmu lakukan seharian.
Saat kmu sakit batuk/pilek, Ayah kadang mmbentak "sudah dibilang! jgn minum es!". Tp tahukah kamu bahwa Ayah khawatir?
Ketika km remaja, km mnuntut utk dpt izin kluar malam. Ayah dgn tegas brkata "tidak boleh !" Sadarkah kmu bhw Ayah hnya ingin menjagamu? Krn bagi Ayah, kamu adlh sesuatu yg sngat berharga.
Saat kmu bisa lebih dipercaya, Ayah pun melonggarkan peraturannya. Km akan mmaksa utk melanggar jam malamnya. Maka yg dilakukan Ayah adlh menunggu di ruang tamu dgn sngat khawatir.
Ketika kamu dewasa dan hrs kuliah di kota lain. Ayah harus mlepasmu. Tahukah kamu bhw badan Ayah terasa kaku utk memelukmu? Dan Ayah sngat ingin menangis. Disaat kmu memerlukan ini-itu, utk keperluan sekolahmu, Ayah hanya mengernyitkan dahi. Tp tanpa menolak, beliau memenuhinya. Ayah sangat menyayangimu, ttp seorang Ayah sulit mengungkapkan dlm perbuatan dan perkataan seperti Ibu..
Sampai ketika teman psanganmu datang utk mminta izin mengambilmu dari Ayah, Ayah akan sngat berhati-hati dlm memberi izin.
Dan akhirnya...
Saat ayah melihatmu duduk di pelaminan brsama seorang yg dianggapnya pantas, Ayahpun trsenyum bahagia
Apa kmu tahu, bhw Ayah pergi ke belakang dan menangis?
Ayah menangis krn Ayah sangat bahagia “Semoga Putra/i kecilku yg manis berbahagia bersama pasangannya"
Stlh itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu brsm cucu-cucunya yg sesekali dtg utk menjenguk. Dgn rambut yg memutih dan badan yg tak lagi kuat utk menjagamu.
Ah... tak terasa bening hangat menetes di pipiku..ya aku menangis mengingat wajah bersahaja papaku. Yah..meskipun kami tinggal di desa namun generasi kami seusiaku sudah menyapa kedua orang tua kami dengan sapaan yang modern, papa-mama, ayah-ibu. Bukan lagi sekadar ama-ina.
Papaku seperti kebanyakan bapak merupakan sosok yang tak banyak bicara, tapi bukan pendiam. Karena kalau dipancing berbicara seputar aktivitas bertani beliau akan meladeni hingga pagi dengan suara bicara yang menggelegar.
Bapakku adalah seorang pengajar karier yang mulai mengabdi menjadi guru di sebuah dusun di pegunungan Kecamatan Donggo, saat itu gajinya Rp 100 (seratus rupiah, gak pake ribu). Ia juga pernah mengajar mata pelajaran Matematika di SMP Dena, hingga terakhir pensiun dengan jabatan Kepala SDN Dena 2 Bolo.
Beberapa mantan muridnya yang menjadi guruku di SMP, atau yang belakanganku temui di Makassar atau yang kebetulan mengetahuiku anak Guru Dole, bercerita bangga soal sosok bapakku sebagai seorang guru yang keras, tegas dan berdisiplin.
"Penggaris kayu patah2 kalau bapakmu memukul kami," tutur seorang mantan muridnya. Yang luar biasa mereka bercerita dengan bangga bukan dengan dendam. Karena menurut mereka hampir semua muridnya menjadi orang kini dengan pola didikan "tradisional" itu.
Menyebut Guru Dole Je Dena minimal dikalangan guru2 se Kecamatan Bolo/Madapangga pasti mengenalnya. Bagiku aku mengingat papa sebagai seorang pendidik ketika ia menjadi kepala sekolah di SDN Tonda dan SDN 2 Dena.
Di dua SD itu papa dikenal dengan karyanya yang tak membiarkan lahan kosong di belakang sekolah menganggur. Di SDN Tonda papa menanami dengan tebu. Sehingga tiap pulang dari sekolah aku dan adekku dengan riang menyambut bapak yang pulang membawa seikat tebu untuk kami berebut menggigit dan mengisapnya.
Sedangkan di SDN 2 Dena, papaku menambah mata pelajaran kami dengan mata pelajaran keterampilan. Saban hari meski terik menjelang pulang sekolah kami wajib menggali lubang dan menanami dengan batangan pisang. Hingga sekarang itulah keterampilan berkebun yang palingku kuasai. Sehingga rumahku di komplek strata ekonomi penghuninya menengah, Griya Intan Lestari Daya, kini paling rimbun dengan pohon pisang hehehehehe... dasar ndesooo...
Aku pindah sekolah saat SD, dari SDN 1 Dena ke SDN 2 Dena setelah bapak dimutasi ke SD tersebut. Sebagai seorang kepala sekolah Bapak adalah salah seorang tokoh masyarakat di desa kami. Maklumlah saat itu jabatan tertinggi yang dimiliki warga Desa adalah ya kepala sekolaha.
Sebagai salah seorang tokoh masyarakat bapak yang kukenal bukanlah pribadi yang ingin menonjol. Malah sering kali ku pergoki bapak lebih memilih pergi ke sawah dan tidur lebih awal, ketimbang menghadiri rapat di balai desa.
Aktivitas rutin bapak yakni pagi-pagi sekali berangkat ke sekolahnya sebelum para guru bawahannya datang. Pulang dari sekolah beliau istirahat dan tidur siang lalu ke sawah. Saat jelang magrib pulang, usai makan malam ia membaca-baca hingga tertidur. Shalat isya ia tunaikan dini hari.
Ia sangat kuat hafalan/ingatan juga sangat telaten dan detail mencatat segala hal, baik berupa wawaasan baru yang ia baca dari koran hingga jadwal tahapan bertani mulai tebar benih, pemupukan, hama, pengairan hingga jumlah produksi padi tiap musim tanam. Duh ingin pulang ke kampung mencari agenda yg berisi segudang hal itu.
Ia mendekati sosok yang perfeksionis untuk urusan kesehatan. Rajin dan gemar meminum madu, serta. tidak merokok. Hal ini yang membuat kami heran kenapa bapak bisa mengalami sakit hingga ajalnya menjemput.
Belakangan kami menyimpulkan terkait aktivitaasnya bertani yakni pemupukan dan penyemprotan tanpa alat pelindung. Residu dari peptisidi menumpuk lalu menjadi pemicu biang strokenya. Giatnya bertani disebut2 oleh warga di desaku mengalahkan para petani tulen.
Malah ia menjadi petani teladan kecamatan dan menjadi wakil petani berdialog dengan Menteri Pertanian (kalau gak salah Bustamil Arifin) saat berkunjung ke desa kami. Saat itu berdialog dan berjabat tangan dengan pejabat setingkat menteri tentunya sebuah cerita prestasi.
Ketika menteri menanyakan jumlah produksi dibanding luas lahan tanam dan kalkulasi kebutuhan benih dan pupuk/obat. Menteri terperangah dengan spontanitas dan kecepatan bapak menjawab plus dengan perhitungan perkalian dan penjumlahan, hingga detail kebutuhan maupun produksi per areal tanam. Ya..iyalah guru matematikaaaa....
Begitu lekat diingatan akan kepayahan, letih dan kesulitan bertani. Walau sebenarnya bapakku menjadikannya sebagai permainan dan pemicu kebahagiaannya.
Pernah suatu hari bapak mengajakku "mencari" air malam2 untuk mengairi sawah "ese dore" yang baru ditanami padi di kaki bukit. Di bawah sinar rembulan remang-remang ku rebahkan badan kecapaian di atas sebuah batu besar datar dan ku merintih kepada pemilik purnama itu untuk tak mengizinkanku bertani laiknya bapak untuk mencukupi biaya agar anak-anaknya bisa sekolah tinggi menjadi sarjana.
Rintihan itu didengar kini setelah 13 tahun menjadi waartawan, aku memasuki etape baru dengan belajar berdagang dan menjadi pengusaha. Profesi yang jauh dari bayangan bapak menyekolahkanku.
Saya Firmansyah Saya Anak Petani. Selamat Hari Tani Nasional 24 September