Artikel Marketing New Wave Hermawan Kartajaya (3 dari 100)
PERTARUNGAN ketat antara Barack Obama dan Hillary Clinton di pemilihan pendahuluan Partai Demokrat di Amerika Serikat menunjukkan bahwa Politics go Horizontal!
Obama mewakili kaum kulit hitam dan Hillary Clinton mewakili kaum wanita. Kedua kelompok ini adalah etnik dan gender minoritas di sana.
Ini tanda-tanda horisontalisasi politik di negara demokrasi superpower tersebut. Di Pemilu Presiden AS bulan November nanti, kita akan sama-sama menyaksikan pertarungan antara Obama yang sangat Horisontal dan John McCain yang sangat Vertikal.
Kedua belah pihak memang memposisikan diri secara kuat serta sekaligus mereposisi pesaingnya. Ketika Obama mengambil kata kunci "Change", dia seolah mengatakan bahwa dirinya adalah Masa Depan Amerika.
Maksudnya?
Ya supaya McCain jadi dipersepsi sebagai bagian dari Masa Lalu.
Kebetulan McCain dari Partai Republik yang secara keseluruhan dipersepsi partainya perusahaan-perusahaan gede. McCain juga mengklaim bahwa dia adalah veteran perang Vietnam, bagian dari Masa Lalu.
Sedangkan Obama dan isterinya Michelle selalu mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari rakyat jelata Amerika yang selalu mempunyai American Dream yang bersifat Masa Depan.Obama juga banyak memanfaatkan e-mail dan SMS untuk melancarkan komunikasinya dan minta dukungan dari orang per orang. Sedangkan McCain banyak menggunakan media tradisional seperti TV untuk menyerang Obama.
Partai Republik akhirnya sadar pentingnya horisontalisasi ini. Jum'at kemarin waktu AS, McCain pun memilih Sarah Palin, Gubernur Alaska, sebagai calon Wakil Presidennya. Mirip seperti Obama, Sarah sangat Horisontal, karena ia seorang wanita, masih muda, dan miskin pengalaman. Ciri-ciri Horisontal yang selama ini ada dalam diri Obama coba direbut oleh Partai Republik pada diri Sarah ini.
Obama memang belum tentu menang, karena bisa jadi sebagian besar rakyat Amerika masih konservatif, jadi menyukai sesuatu yang sifatnya vertikal. Namun bagaimanapun, Obama telah berhasil membuat sejarah.
Di negara jiran Malaysia, Anwar Ibrahim yang baru saja dilantik jadi anggota Parlemen dan langsung jadi pemimpin oposisi, bisa dianggap sebagai simbol Horisontalisasi Malaysia.
Bahkan sebenarnya, Horisontalisasi Politik di Malaysia sudah terjadi sebelumnya. Jeff Ooi yang merupakan celebrity blogger di Malaysia dan blog-nya dijuluki sebagai "Malaysia's Most Influential Blog" bisa dapat kursi parlemen.
Ketika Jeff Ooi tidak mendapatkan coverage di media konvensional yang vertikal dan dikontrol ketat oleh pemerintah, dia membuat medianya sendiri dan mendapat sambutan besar secara horisontal dalam dunia blogosphere.
Contoh menarik lainnya untuk disimak adalah China, suatu negara yang sangat vertikal di politik karena praktis cuma punya satu Partai Komunis.
Ketika profil Perdana Menteri Wen Jiabao muncul di Facebook pada 14 Mei 2008, dia mendapat kawan sekitar 14.000 orang dalam waktu cuma dua minggu. Sedangkan profil Presiden Hu Jintao cuma punya sekitar 1000 kawan sampai saat ini.
Kenapa?
Karena Wen lebih horisontal! Dia lebih suka mengunjungi rakyat ketimbang Hu. Waktu ada gempa bumi hebat awal Mei lalu, Wen terus-menerus mengunjungi korban. Tak salah jika ia dijuluki "The People's Premier".
Ini mirip Rudy Giuliani, Walikota New York pada waktu peristiwa September 11 dulu. Ketika itu Giuliani dijuluki sebagai "America's Mayor" karena praktis ia adalah pejabat pemerintah Amerika Serikat pertama yang mengunjungi lokasi kejadian. Giuliani juga kerap muncul di TV untuk memimpin warganya pasca tragedi tersebut.
Contoh Horisontalisasi Politik lainnya di Asia adalah di Nepal. Raja Nepal, Gyanendra, yang kurang mendapat dukungan dan tidak dekat dengan rakyatnya, digusur rakyat dan negaranya jadi Republik sejak akhir Mei 2008 lalu.
Bandingkan dengan Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, yang sangat dicintai rakyatnya karena sering bekerja untuk rakyat secara Horisontal. Beliau sangat kuat kedudukannya dan dihormati oleh semua kalangan.
Bagaimana di Indonesia sendiri?
Wah, sejak pak Harto jatuh di tahun 1998, Indonesia sudah jadi Horisontal. Sayangnya, Amien Rais yang waktu itu menjadi simbol pemimpin Horisontal kehilangan momen.
Sekarang dengan adanya Web 2.0, Indonesia jadi makin horisontal.
Lihat saja. Sekarang bukan hal yang tabu lagi jika kita mengkritik atau bahkan mencaci-maki dengan keras para tokoh politik negeri ini lewat media Internet, entah itu lewat milis atau blog. Orang sudah tidak takut lagi, karena para tokoh politik yang dulu dianggap sebagai "manusia setengah dewa"_meminjam istilah Iwan Fals_sekarang sudah dianggap sejajar alias horisontal.
Pendapat satu orang di blog pribadinya bahkan bisa memberikan pengaruh yang tidak kalah besarnya ketimbang suara resmi anggota parlemen. Web 2.0 memang memberikan akses lebih besar kepada setiap orang untuk bersuara.
Ini menunjukkan bahwa pemilih Indonesia lebih percaya pada sosok individual yang lebih Horisontal ketimbang partai politik yang bersifat Vertikal.
Semuanya ini merupakan tanda-tanda jelas bahwa teknologi telah mendorong Horisontalisasi Politik lebih cepat lagi.